Israel Bunuh 44 Anak Palestina, Pengamat: Ini Kejahatan Kemanusiaan
Mediaumat.id – Pembunuhan terhadap 44 anak Palestina sepanjang Januari-Oktober 2022 dinilai pengamat sebagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel.
“Sebenarnya kalau kita lihat lebih jauh, 44 anak Palestina yang diakui dibunuh oleh Israel dalam rentang waktu bulan Januari sampai Oktober tahun ini, itu sudah sangat bisa dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel,” ujar Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari B.A., IR, M.Si. kepada Mediauamat.id, Jumat (14/10/2022).
Menurutnya, satu nyawa saja sudah terhitung sangat banyak apabila itu direnggut tanpa alasan yang hak. “Terlebih pelakunya atau pembunuhnya adalah musuh dari kaum Muslim, musuh dari Islam yang memang secara nyata memusuhi umat dan agama ini,” ujarnya.
“Lantas akal sehat kita harusnya berpikir begini: ‘Apabila itu sudah termasuk dalam kejahatan kemanusiaan, lalu kenapa sampai sekarang Israel masih bisa tenang-tenang saja begitu? Kenapa Israel yang sudah nyata mengakui pembunuhan yang dilakukan, kejahatan yang dilakukan, tapi dia masih tidak mendapatkan kecaman atau pun sanksi yang tegas terhadap tindakannya tersebut?’” tanyanya heran.
Menurut Iranti, ini akan berkaitan mengenai siapa yang berhak untuk menghukum Israel, apabila memang Israel diakui bersalah. “Apakah PBB? Apakah Amerika atau Barat atau siapa?” katanya.
Ia melihat hari ini dengan eksisnya PBB sebagai organisasi internasional yang menaungi negara-negara bangsa yang ada di dunia hari ini, termasuk di dalamnya adalah Israel, tidak bisa berbuat banyak. “Bahkan untuk sekadar memberikan sanksi kepada Israel yang mungkin istilahnya membuat Israel itu takut, itu tidak bisa dilakukan oleh PBB. Karena kembali lagi, power yang dimiliki oleh PBB itu seakan terbatas pada apa yang disetujui oleh Amerika,” bebernya.
“Dan, kita juga paham bahwa back up yang dimiliki oleh Israel di sini adalah Amerika itu sendiri. Itu sangat terlihat bahwasanya baik PBB ataupun organisasi internasional yang lain atau bahkan aktor-aktor internasional yang lain tidak akan bisa untuk menyelesaikan atau tidak akan bisa menindak Israel secara tegas,” bebernya.
Iranti menilai bahwasanya perkara keadilan itu sangat relatif, maksudnya keadilan tergantung kepada siapa penegaknya. “Apabila kita melihat pada fakta sistem peradilan yang ada pada hari ini, agaknya berharap keadilan untuk anak-anak Palestina dan juga wanita-wanitanya dan kaum Muslim dan Muslimah yang sudah menjadi korban ya sejak tahun 1948 dulu bahkan sebelum itu, sepertinya kecil kemungkinan mereka akan mendapatkan keadilan,” prediksinya.
Ia mengatakan, yang dapat kaum Muslim lakukan saat ini hanyalah ikhtiar jangka pendek dan jangka panjang.
“Jangka pendeknya berupa apa? Mereka mendapatkan bantuan-bantuan yang sifatnya mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka karena mereka sudah dizalimi oleh pihak Israel itu sendiri,” ujarnya.
Lalu ikhtiar jangka panjang, lanjutnya, dibutuhkan sistem peradilan yang memang akan memberikan keadilan seadil-adilnya kepada kaum Muslim di Palestina. “Sistem peradilan yang seperti itu kalau misalkan kita menggunakan sudut pandang Islam, hanya akan bisa terwujud apabila ada sistem kenegaraan yang juga islami. Karena dengan adanya sistem kenegaraan yang Islami itulah sistem-sistem yang ada di bawahnya, termasuk di dalamnya sistem peradilan, akan benar-benar bisa merealisasikan hal tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, sistem kenegaraan yang islami itu seperti yang terdapat pada teks-teks fikih siyasah khususnya atau kitab-kitab para ulama. Di situ banyak yang menyebutkan bahwa sistem kenegaraan yang islami itu adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh yang dalam istilah hari ini adalah khilafah islamiah.
“Nah, harapannya dengan adanya ikhtiar penegakan sistem peradilan islami yang melalui penegakan khilafah islamiah itu sendiri, barulah dia akan terwujud keadilan yang seadil-adilnya, sebenar-benarnya, kepada kaum Muslim dan juga Islam yang ada di Palestina bahkan yang ada di seluruh dunia,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it