Mediaumat.id – Pernyataan Perdana Menteri Israel Yair Lapid perihal solusi dua negara sebagai cara mengakhiri konflik dengan Palestina, dinilai pengamat sebagai bualan untuk memberikan ketenangan palsu.
“Ini hanya sebuah bualan, hanya sebuah mungkin kalau kita lihat sebagai sebuah nina bobo, hanya untuk memberikan ketenangan yang palsu,” ujar Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari B.A., IR, M.Si. kepada Mediauamat.id, Jumat (30/9/2022).
Pasalnya, kata Iranti, salah satu karakter penjajah adalah ketika masih berada di tanah jajahan, bakal terus berusaha mendapatkan lebih dari yang didapatnya saat ini.
Perlu dipahami pula, implikasi dari pidato tersebut pun sama sekali tidak ada. Apalagi sejak tahun 1948 bahkan sebelum itu, penjajahan atas Palestina terus dilakukan Israel baik skala besar maupun kecil.
Ditambah lagi, Israel memiliki sokongan dari negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat (AS). “Israel ini memiliki backup yang luar biasa besar secara militer maupun secara finansial dari negara-negara Barat khususnya Amerika,” bebernya.
Karenanya, ia mengajak umat untuk memandang pernyataan Perdana Menteri Israel, Yair Lapid yang telah menyuarakan dukungan pembentukan negara Palestina dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-77, Kamis (22/9), dengan kacamata skeptisisme.
“Kita sudah sama-sama mengetahui bagaimana diskriminasi kemudian berbagai gencetan-gencetan yang dilakukan Israel terhadap Palestina,” ungkapnya.
Bahkan hal itu, telah menimbulkan perang asimetris. Yakni kondisi Israel yang memiliki perlengkapan senjata dan militer yang sangat maju, sementara kaum Muslim yang ada di Palestina hanya melawan dengan senjata seadanya dengan sokongan tak sebesar yang dimiliki Israel.
Iranti juga menyebut, pidato tersebut tidak menguntungkan namun tidak pula merugikan bagi Palestina. Sebabnya, pernyataan solusi dua negara itu tidak akan mengubah status Palestina sebagaimana sebelumnya yang telah terjadi antara Israel dan Palestina.
Solusi Syar’i
Maka itu, Iranti menyampaikan solusi syar’i sebagaimana telah diberikan oleh Islam terkait penjajahan atas tanah kaum Muslim.
Dengan kata lain, semisal di skema internasional saat ini mereka mengakui solusi satu negara (Israel atau Palestina saja), maupun solusi dua negara (Israel dan Palestina dianggap sama-sama eksis sebagai aktor negara dalam politik internasional), maka di dalam Islam pun ada.
“Apa itu? Satu-satunya negara, solusi satu negara yang akan menyelesaikan masalah antara Palestina, Israel, atau bahkan negara-negara lain, pihak-pihak lain terhadap kaum Muslim itu adalah dengan adanya negara khilafah Islamiah,” singgungnya.
Sebabnya, jelas Iranti, hanya khilafah islamiah yang memegang dan menjadikan Islam sebagai ideologi dalam berpolitik, khususnya berpolitik luar negeri.
Sehingga ia memastikan kondisi Palestina tidak seperti saat ini. Meski forum PBB mengakuinya sebagai negara dalam hal ini pengamat tak langsung, namun faktanya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap negeri yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai yang diberkahi tersebut.
Artinya, kembali ia menekankan, keberadaan satu negara yaitu khilafah islamiah sebagaimana perspektif Islam dalam menyelesaikan konflik antara kaum Muslim dengan kaum kafir, termasuk Israel. “Itulah yang sejatinya dibutuhkan oleh umat Islam hari ini secara umum di berbagai belahan bumi mana pun, dan secara khususnya kepada warga Palestina ,” pungkasnya.[] Zainul Krian