Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto mengatakan, pemerintah tidak pernah melakukan klarifikasi terkait kegiatan-kegiatan HTI yang dinilai anti-Pancasila. Video yang dijadikan alasan pembubaran HTI pun, lanjut dia, merupakan potongan kegiatan HTI yang berlangsung selama empat jam.
“Itu kegiatannya empat jam. Temanya perubahan besar dunia menuju khilafah, lalu arah perubahannya seperti apa, dijelaskan di dalam orasi itu,” ujar dia saat ditemui selepas menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (19/10).
Ismail juga menilai, pemerintah sengaja memotong video tersebut dan menyebarkan sebagai bentuk untuk menghakimi HTI sebagai ormas anti-Pancasila. Tindakan pemerintah, kata dia, merupakan tindakan mencari pembenaran, bukan sebagai bagian untuk usaha mencari kebenaran.
“Kalau mencari kebenaran itu mestinya ada klarifikasi, tanya dong kepada kita. Itu kan itu, tanya video apa, maksudnya apa segala macam,” kata dia.
Video muktamar khilafah internasional tersebut, lanjut Ismail, merupakan kegiatan yang mendapat izin dari pihak kepolisian dan pemerintah pada masa itu. Kejadian pada 2013 itu, kini menjadi alasan pemerintah sebagai bentuk kegentingan yang memaksa atas pembubaran HTI.
“Padahal waktu itu tidak ada satu pun yang dipersalahkan dari HT tidak ada. Polisi mengizinkan, polisi mengawal,” jelas dia.
Ismail juga membantah adanya Undang-Undang HTI untuk mengganti UUD 1945. Temuan yang didapat oleh pemerintah yang dituding sebagai buku undang-undang yang disiapkan HTI, kata Ismail, merupakan terjemahan sebauh kitab berbahasa arab yang biasa dipelajari dalam umat islam.
“Itu juga penting untuk diklarifikasi, tidak ada undang-undang dasar HTI tidak ada. Itu bagian dari kitab, bagian dari Kitab Nizham Islam kemudian diterjemahkan. Nah itulah kalau nggak tanya, begitu jadinya,” ujar dia mengakhiri.[]
Sumber: republika.co.id