Islamophobia di Asia: Apa yang Mendorong Sikap Anti-Muslim Umat Buddha?
Mediaumat.news- Sri Lanka berada dalam keadaan darurat selama hampir dua minggu sebagai respons terhadap bentrokan yang meletus berhari-hari di seantero negeri itu setelah seorang Budha diserang dan terluka parah oleh empat Muslim di dekat kota turis yang terkenal, Kandy.
Namun, para pengamat mengatakan ketegangan meningkat antara kedua komunitas itu sejak munculnya kelompok nasionalis Buddhis Sinhala menyusul berakhirnya perang hampir tiga dasawarsa di negara itu. Kelompok-kelompok nasionalis Budhis termasuk Bodu Bala Sena yang dipimpin oleh biarawan, yang memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok garis keras Buddhis di Myanmar.
Mereka secara luas dianggap memiliki dukungan dari mantan Presiden Mahinda Rajapakse, dan menuduh kaum Muslim, yang merupakan 10 persen dari 21 juta penduduk Sri Lanka, memaksa orang-orang untuk masuk Islam dan menghancurkan situs-situs suci Buddhis. Sebelum terjadi kerusuhan Kandy, setidaknya tiga insiden besar kekerasan anti-Muslim telah dilaporkan dalam satu tahun terakhir.
Umat Buddha radikal, organisasi biarawan nasionalis – Bodu Bala Sena – yang dipimpin oleh Galagodaatte Gnanasara, memanfaatkan media sosial untuk memobilisasi pendukungnya.
Isu-isu yang mereka hembuskan termasuk konspirasi bahwa umat Islam mengolesi makanan dan pakaian dengan kontrasepsi untuk membasmi umat Buddha.
Sejumlah masjid, rumah dan tempat-tempat bisnis Muslim dihancurkan selama bentrokan terjadi, di mana dua orang tewas.
Myanmar, juga, telah menjadi tempat kekerasan berulang terhadap Muslim sejak 2012.
Meskipun sejumlah kelompok Muslim telah menjadi sasaran, komunitas minoritas Muslim Rohingya telah menjadi kelompok yang paling menderita. Para biksu Budha radikal juga memainkan peran penting di sini.
Sejak tahun 2001, Thailand juga menjadi tempat kekerasan berulang, terutama di provinsi-provinsinya di selatan.
Seperti di Sri Lanka dan Myanmar, biksu Budha adalah bagian dari konflik di Thailand.
Thailand memiliki sejumlah biksu tentara yang menghabiskan waktu di biara, mengambil jubah dan mangkuk sedekah, namun tidak meletakkan senjata mereka.
Pada bulan Oktober 2015, biksu Thailand yang terkenal, Phra Maha Apichat, menyerukan di Facebook untuk menyatakan bahwa sebuah sebuah masjid harus dibakar hingga rata atas setiap bhikkhu yang terbunuh dalam konflik itu.
Meskipun jelas bahwa para biksu radikal di ketiga negara tersebut adalah kelompok minoritas, namun mereka minoritas yang bersuara vokal.[]
Sumber: qantara.de