Mediaumat.id – “Islam sebagai solusi hakiki memiliki seperangkat aturan untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual terhadap perempuan,” ungkap Aktivis Dakwah Ustazah Tri Yuni, dalam Kajian Muslimah Shalihah: Stop Kekerasan Seksual terhadap Perempuan, Ahad (2/1/2022) secara daring di Depok.
Menurutnya, seperangkat aturan tersebut mencakup dua hal. Pertama, akidah sebagai landasan dalam setiap perbuatan berupa pemikiran dan perilaku. Kedua, syariat Islam yang mengatur sistem pergaulan laki-laki dan perempuan.
Ia pun menambahkan dalam sistem pergaulan laki-laki dan perempuan itu, Islam mengatur terkait menutup aurat dan menundukkan pandangan (QS an-Nur: 30-31), larangan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), larangan khalwat antara laki-laki dan perempuan, kecuali disertai mahramnya. Sebagaimana yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim.
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan, kecuali disertai dengan mahramnya,” ujarnya di depan 40-an jamaah.
Begitu juga, hadits riwayat Muslim terkait larangan terhadap perempuan untuk bepergian (safar), kecuali disertai mahramnya. “Tidak halal bagi seorang wanita yang mengimani Allah dan hari akhir untuk melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali disertai dengan mahramnya,” tegasnya sambil membacakan hadits tersebut.
“Dan larangan atas wanita untuk keluar rumah, kecuali seizin suami/walinya dan menikah sesuai syariat sebagai penyaluran gharizah nau,” bebernya.
Ternyata, lanjut Yuni, semua itu tak lepas dari fungsi negara. Adapun fungsi negara dalam Islam yakni menetapkan aturan, sanksi, hukuman kepada pelaku zina (baik mukhshan maupun ghair mukhshan.
Ia pun membacakan salah satu dalilnya, yakni Al-Qur’an surah an-Nur ayat 241 yang artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang keduanya seratus kali dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
“Begitu juga sanksi bagi pelaku liwath (homoseksual), sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah,” ungkapnya yang kemudian membacakan hadits yang berbunyi, “Barang siapa ada yang mengetahui yang melakukan liwath sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.”
“Sanksi juga diberikan kepada media massa yang memuat pornografi dan pornoakasi serta informasi menyesatkan lainnya,” terangnya.
Pemicu Kekerasan Seksual
Dalam acara tersebut hadir pula Pemerhati Masalah Sosial Ustazah Endah Widyastuti. Ia mengungkapkan, pemicu meningkatnya tindak kekerasan seksual di antaranya: korban mudah ditaklukkan; hasrat yang tidak tersalurkan terhadap pasangannya; memiliki riwayat kekerasan seksual saat kecil; pernah melihat kekerasan seksual terhadap keluarga; pelaku berada dalam keluarga atau lingkungan dengan ideologi patriarki yang kuat.
“Adapun dampak kekerasan seksual berpengaruh terhadap emosi, psikologis, fisik, kepercayaan diri dan sosial,” jelasnya.
“Lalu, bagaimana Indonesia bersikap terhadap kekerasan seksual?” tanyanya.
“Pemerintah berencana mengesahkan rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), padahal jika dianalisis sangat berbahaya sekali karena terlihat pro terhadap perilaku zina,” pungkasnya.[] Siti Aisyah