Dampak dari penaklukan di Andalusia adalah terjadinya pernikahan bangsa atau umat penakluk dengan penduduk setempat. Dengan proses asimilasi dan kulturisasi itulah, maka penyebaran Islam semakin pesat di Andalusia. Dari sana, lahir generasi baru, yang merupakan anak-anak keturunan penduduk asli Andalusia yang masuk Islam, dengan orang-orang Arab dan Barbar, di mana ibunya berasal dari Andalusia.
Melalui pernikahan ini, sekat antara bangsa atau umat pendatang dan penduduk asli tidak ada lagi. Terlebih, setelah wilayah ini menjadi wilayah Islam, di mana akidah Islamlah yang menjadi satu-satunya ikatan yang mengikat mereka. Islam tidak hanya menghilangkan sekat ini, tetapi juga sekat lain yang selama ini mengakar dalam kehidupan bangsa Spanyol, di bawah rezim apartheid. Sekat kasta, yang telah membelah masyarakat, benar-benar dihapuskan oleh Islam.
Sampai-sampai penguasa dan rakyat jelata duduk dan berdiri sederajat di hadapan mahkamah, saat mereka berperkara. Kaum Muslim juga bekerja untuk mewujudkan kebebasan beragama kepada rakyat. Mereka membiarkan kaum Kristen tetap memeluk agama mereka. Gereja-gereja mereka dilindungi, tidak ada yang dihancurkan. Mereka tidak mengubahnya menjadi masjid, kecuali jika mereka setuju untuk menjualnya kepada kaum Muslim. Jika mereka menjualnya pun, maka kaum Muslim membelinya dengan harga yang tinggi. Tetapi, jika mereka tidak mau menjualnya, kaum Muslim pun membiarkannya tetap menjadi milik mereka.
Ini pemandangan yang mengagumkan, saat umat Kristen dan Yahudi hidup di bawah pemerintahan Islam. Kondisi ini kontras sekali, ketika Spanyol jatuh ke tangan kaum Kristen, dan kaum Muslim hidup di bawah kekuasaan mereka. Mereka mengalami penyiksaan, bahkan pemurtadan massal. Jika tidak, mereka pun menghadapi kematian. Semua pengadilan inkuisisi itu dilakukan di gereja.
Tak hanya peradaban [hadharah] dalam bentuk pemikiran yang tinggi, umat Islam juga mewariskan peradaban dalam materi [madaniyyah], berupa bangunan fisik. Selain tata kelola pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, sanksi dan administrasi, maka bangunan fisik juga tampak begitu menonjol sebagai wujud peninggalan peradaban Islam yang agung di Andalusia. Sebut saja, Jembatan Cordoba. Jembatan ini merupakan peninggalan fisik, dan merupakan jembatan paling menakjubkan di Eropa kala itu.
Selain jembatan, kaum Muslim juga mendirikan gedung-gedung persenjataan [arsenal], serta memproduksi kapal-kapal laut. Pasukan kaum Muslim semakin kuat, dan besar di kawasan tersebut. Dengan ketinggian peradabannya, maka bangsa Spanyol pun mengikuti kaum Muslim. Hampir seluruh gaya hidup kaum Muslim mereka ikuti. Bahasa Arab mereka pelajari, dan kuasai dengan mendalam. Kaum Kristen dan Yahudi pun bangga mengajarkan bahasa Arab, bahasa negara adidaya saat itu. Bahasa Arab ini diajarkan di sekolah-sekolah mereka.
Setelah Spanyol takluk di bawah kekuasaan kaum Muslim, maka Cordoba dijadikan sebagai ibukota provinsi, menggantikan Toledo, yang lebih dekat ke Prancis dan Shakhra’. Cordoba akhirnya benar-benar menjadi mercusuar. Dari sana, ulama-ulama hebat pun lahir, seperti al-Qurthubi, ahli tafsir, dan lain-lain.
Begitulah indahnya Islam.[]
Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 223