Islam dan Negara

Oleh: Achmad Fathoni (Dir. El Harokah Research Center)

Negara Khilafah merupakan bagian tak terpisahkan dari syariah Islam; sama seperti shalat, zakat, puasa dan hukum Islam yang lain. Keberadaannya ditetapkan sebagai metode syar’i untuk menerapkan ajaran Islam secara kâffah dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Memberangus negara Khilafah (sekularisasi) tidak ada ubahnya dengan memberangus ajaran shalat, zakat dan puasa dari Islam.
Para ulama sepakat bahwa eksistensi Khilafah (Imamah) bagi kaum Muslim adalah wajib. Syaikh Wahbah al-Zuhaili di dalam Kitab Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menyatakan, “Mayoritas ulama Islam (yakni Ahlus Sunnah, Murjiah, Syiah, dan Muktazilah selain sekelompok dari mereka dan Khawarij kecuali Najdat) berpendapat bahwa Imamah merupakan perkara wajib atau fardlu secara pasti.”

Penegasan ini antara lain dinyatakan oleh At-Taftazani Syarh al-‘Aqa’id an-Nasafiyah; Al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin; Syaikh ad-Dahlawi, Hujjat al-AlLah al-Balighah, Al-Khathib al-Baghdhadi, Ushul ad-Din; Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah.

Ibnu Hazm berkata, “Seluruh ulama Ahlus Sunnah, seluruh Murjiah, seluruh Syiah dan seluruh Khawarij sepakat atas kewajiban Imamah (Khilafah); sepakat atas kewajiban umat wajib mengikuti imam adil yang menerapkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum syariah yang datang dari Rasulullah saw.—kecuali kelompok Najdat.”

Keberadaan negara Khilafah sebagai perkara fardhu dan urgen bagi kaum Muslim juga ditunjukkan oleh perilaku Sahabat, Tabi’ûn dan generasi berikutnya. Dalam konteks historis, kaum Muslim pernah diperintah oleh 104 khalifah. Mereka adalah: 5 khalifah dari Khulafaur Rasyidin; 14 khalifah dari Dinasti Umayah; 18 khalifah dari Dinasti ‘Abbasiyah; diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah; dari Bani Seljuk 11 orang khalifah, dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke Kairo, yang kemudian dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khilafah berpindah kepada Bani ‘Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah dari para khalifah ‘Utsmaniyyah (Majalah Al-Khilafah al-Islaamiyyah, Ed.1, Sya’ban 1315 H/1995, lihat hlm. 6 dan seterusnya). Khalifah terakhir adalah ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M).

Namun, sejak tahun 1924 hingga sekarang, keberadaan Khilafah telah lenyap dari kehidupan kaum Muslim akibat makar orang-orang kafir. Akibatnya, urusan mereka tidak lagi diatur dengan hukum syariah. Syariah Islam diberangus dari kehidupan negara dan masyarakat oleh para penguasa sekular, lalu diganti dengan hukum-hukum kufur buatan manusia. Akidah Islam tidak lagi dijadikan asas penyelenggaraan urusan negara dan masyarakat, lalu diganti dengan ideologi kufur. Kejahatan penguasa sekular tidak terhenti di situ. Mereka juga menjejalkan kepada anak-anak kaum Muslim paham demokrasi, sekularisme dan liberalisme untuk menghancurkan keterikatan kaum Muslim dengan akidah dan syariah Islam, sekaligus mencegah setiap upaya yang ditujukan untuk mengembalikan syariah dan negara Khilafah dalam kehidupan umat Islam.

Paparan di atas menjelaskan bahwa gagasan pemisahan agama dari negara (sekularisme) dalam semua bentuk dan variannya, radikal maupun moderat, merupakan gagasan kufur yang jelas-jelas bertentangan dengan akidah dan syariah Islam.[]

Share artikel ini: