Saat bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kazemi pada 26/7/21, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa misi tempur pasukan Amerika di Irak berakhir pada akhir tahun, dengan mengatakan: “Misi tempur akan berakhir pada akhir tahun, namun kerja sama kita dalam melawan terorisme akan terus berlanjut, bahkan di periode baru yang sedang kita diskusikan”. Dia menjelaskan bahwa “peran Amerika akan berubah hanya untuk memberikan saran dan pelatihan”. Dia menulis di akun Twitter-nya sebelum pertemuan, dengan mengatakan: “Saya berharap untuk memperkuat kemitraan strategis antara Amerika Serikat dan Irak, serta berusaha untuk memajukan kerja sama bilateral”. Berdasarkan data bahwa ada sekitar 2.500 tentara Amerika yang masih ada di Irak.
Amerika tengah bermain dengan kata-kata dalam upayanya untuk menipu masyarakat. Pasukan Amerika akan tetap ada, namun misi mereka bukan lagi pertempuran, tetapi akan bekerja sama dengan rezim Irak dalam “memerangi terorisme”, dan itu akan berubah menjadi memberikan nasihat dan pelatihan! Artinya, tetap mengemban misi memerangi rakyat Irak yang menolak kehadirannya, pengaruhnya, rezim yang didirikannya di Irak, struktur sektariannya, dan lingkungan politik busuk yang didirikannya langsung melaluinya atau melalui Iran, di mana setiap perlawanan terhadap pendudukan dan pengaruhnya dianggap sebagai terorisme, kemudian Amerika akan bekerja untuk mengarahkan dan mengatur tentara Irak untuk misinya dengan nama memberikan nasihat dan pelatihan.
Biden, mengumumkan keseriusan Amerika terhadap kemitraan strategis dalam perjanjian keamanan yang diadakan pada akhir 2008, ketika mengumumkan penarikan pasukannya dan berakhirnya misi tempur melawan rakyat Irak, melalui klaim palsu yang dikemudian diakui kebohongannya, di mana mantan Presiden AS, Trump, juga mengungkapkan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal, sehingga Amerika menghancurkan Irak dan membunuh rakyatnya dengan dalih ini, serta menyebarkan berbagai kerusakan dan mendukung para perusak.
Akan tetapi Amerika kembali pada tahun 2014 dengan dalih memerangi ISIS, ketika rezim Irak memintanya untuk campur tangan. Di mana perjanjian keamanan menyatakan bahwa Amerika akan melakukan intervensi militer di Irak untuk melindungi apa yang disebut demokrasi, dan jika rezim meminta intervensinya. Misalnya, intervensi Amerika baru-baru ini, di mana pendukung rezim, pengikut Iran, dan lainnya memuji intervensi Amerika pada tahun 2014, mereka berbaris dengannya atas nama “Mobilisasi Populer”, yang memerangi rakyat Irak di Ramadi, Fallujah dan Mosul. Mereka menghancurkan kota-kota tersebut, membunuh dan menggusur puluhan ribu penduduknya. Dan ketika kekalahan ISIS diumumkan, mereka mulai menyerukan penarikan pasukan Amerika! Mereka puas dengan perjanjian keamanan dan intervensi AS jika kepentingan pribadi dan sektarian mereka terancam, serta untuk melindungi diri mereka sendiri dan menutupi berbagai kerusakan yang mereka lakukan.
Dengan demikian, Irak tidak akan dibebaskan kecuali dengan tiga cara ini:
1- Membatalkan perjanjian keamanan, kemitraan strategis, serta semua perjanjian dengan Amerika dan negara-negara kolonial lainnya, menutup pangkalan, kedutaan dan lembaga mereka, mengusir pasukan mereka dan mereka yang memegang status diplomat, sebab mereka tidak lain adalah para intelijen dan pasukan keamanan.
2- Menggulingkan rezim yang didirikan oleh Amerika, struktur sektariannya, dan konstitusinya yang dirancang oleh penguasa Amerika, Bremer, selama era pendudukan, serta membersihkan tokoh-tokoh politik yang rusak dan perusak dengan meminta pertanggungjawaban mereka dan menuntut mereka atas kerusakan, kejahatan dan pencurian yang mereka lakukan, juga membubarkan partai politik yang sektarian, demokratis, sekuler dan nasionalis.
3- Menghidupkan kembali kejayaan Irak dengan menjadikannya sebagai tumpuan Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah di Bagdad, memulai penerapan Islam secara komprehensif dan lengkap, dan memulai untuk menyatukan seluruh negeri-negeri Islam lainnya. Dengan demikian, sistem yang bijak, adil dan baik dibangun berdasarkan kepemimpinan politik sadar yang setia kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Ia menerapkan konstitusi yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang mulia, tidak sektarian, tidak nasionalis, tidak demokratis, dan tidak sekuler, juga bersih dari setiap partai, organisasi dan kepemimpinan yang diwarnai dengan shibghah (ideologi) buruk ini, melainkan dengan shibghah (agama) Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghah-nya dari pada Allah, ideologi Islam yang setia hanya kepada Allah, tidak menggelapkan uang negara, tidak mencuri dana publik, tidak menguasai uang rakyat atas nama mendirikan proyek, tidak menerima suap, tidak mengenal pilih kasih, dan tidak memberikan keistimewaan, sebab semua itu haram dan diharamkan, di mana semua manusia sama sebagaimana gigi sisir. [As’ad Manshur]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 28/07/2021.