IPK Turun Drastis, Direktur Pamong Institute: Bukti Kinerja Rezim Buruk dan Kotor

 IPK Turun Drastis, Direktur Pamong Institute: Bukti Kinerja Rezim Buruk dan Kotor

Mediaumat.news – Terkait dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahwa menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2020 adalah penurunan yang paling parah, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menilai hal ini sebagai kabar buruk kinerja rezim Jokowi yang jauh dari praktek good governance dan clean government.

“Saya melihat memang ini kabar buruk bagi kinerja rezim Jokowi dan membuktikan pemerintahan sekarang jauh dari praktek good governance, apalagi praktek clean government,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Jumat (29/01/2021).

Menurutnya, ini bukti bahwa pemerintahan rezim Jokowi tidak menjalankan pemerintahan good governance (praktek-praktek pemerintahan yang baik) apalagi mau meraih istilah clean government (pemerintahan yang bersih) itu sangat jauh. “Ini ditandai dengan maraknya korupsi yang terjadi pada rezim saat ini. Akhir tahun kemarin, ada dua menterinya yang ditangkap oleh KPK karena korupsi,” ungkapnya.

Ia menilai yang paling parah adalah korupsi bantuan sosial (bansos) oleh Menteri Sosial yang merupakan kader PDIP. “Kadernya partai wong cilik tetapi mengorupsi jatahnya wong cilik yang sedang susah karena pandemi Covid-19. Ini menurut saya sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan,” tandasnya.

Wahyudi menilai kinerja buruk rezim saat ini yang membuat IPK melorot jauh. “Ini praktek buruk pemerintahan Jokowi. IPK melorot dari 40 poin menjadi 37 poin. Melorot 3 poin. Akibatnya peringkat Indonesia turun dari 85 ke 102 dari 180  negara. Jadi, peringkatnya melorot jauh,” ujarnya.

Berdampak Besar

Menurutnya, dampak yang ditimbulkan oleh korupsi itu sangat besar. “Pertama, kerusakannya sangat parah, di antaranya tidak bisa sejahteranya rakyat negeri ini, banyaknya pengangguran dan banyaknya kemiskinan adalah salah satu akibat dari praktek-praktek korupsi oleh pemerintahan,” ujarnya.

Kedua, menurutnya yang lebih parah lagi adalah rusaknya peradaban masyarakat. “Masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan pemerintahan yang buruk dan korup atau kotor tentu akan tumbuh peradaban yang seperti itu. Karena masyarakat dipengaruhi oleh lingkungan tempat dia hidup, tumbuh dan berkembang.

“Jadi, peradaban masyarakat jadi buruk karena hidup dalam lingkungan yang buruk. Sulit sekali terjadi peradaban bangsa yang baik. Sedangkan dampak yang ketiga adalah harga diri dan citra negara ini di mata internasional juga jadi buruk,” bebernya.

Andil Sistem

Menurutnya, andil sebuah sistem terhadap praktek korupsi itu sangat besar. Untuk menjelaskan itu, ia pun menyebut tiga faktor dilakukannya korupsi.

Pertama, korupsi itu bisa terjadi karena faktor individu yakni memang nakal misalnya. Kedua, faktor lingkungan masyarakat atau lingkungan kerjanya buruk sehingga dia terpaksa untuk korupsi. Kalau tidak korupsi malah dikucilkan.

Ketiga, sistemnya. Sistem inilah yang membentuk keduanya membentuk budaya individu dan budaya lingkungan kerja. Jadi, faktor sistem ini sangat berpengaruh besar terhadap praktek-praktek korupsi.

“Kalau negara itu sistemnya sangat baik, ketat dan mencegah korupsi maka individu tidak akan berdaya. Individu yang nakal akan mengikuti sistem dan masyarakat juga akan terbentuk masyarakat yang bersih dan baik,” jelasnya.

Tiga Solusi

Ia menilai ada tiga solusi untuk mengatasi korupsi di negeri ini. Pertama, mengubah sistem demokrasi yang sangat mahal ini dengan sistem yang lebih efisien. “Yakni mengubah sistem demokrasi yang sangat mahal saat ini menjadi praktek yang lebih murah dan akuntabel,” ujarnya.

Kedua, harus diterapkan sistem yang mampu mencetak SDM yang karakternya baik, profesional, amanah dan bertakwa sehingga orang takut untuk melakukan korupsi. Bukan karena diawasi manusia, tetapi karena merasa diawasi oleh Allah yang menciptakannya.

“Sistem yang membentuk pribadi atau SDM yang bertakwa yang takut melakukan korupsi meski tidak ada orang atau tidak ada aparat yang menjaganya. Manusia takwa itu, takutnya dengan Allah sehingga meskipun tidak ada manusia lain yang menjaga atau mengontrolnya, dia masih dikontrol oleh Allah,” bebernya.

Ketiga, harus menegakkan hukum yang adil yaitu menerapkan hukum yang bersumber dari Zat yang Mahaadil. “Tentu harus ditegakkan hukum yang adil, sistem yang adil dan baik. Sistem yang adil tentu berasal dari Zat yang Mahaadil yaitu Allah SWT. Itulah hukum syariah,” ungkapnya.

“Dan, bagaimana menerapkannya? Dicontohkan oleh orang yang terbaik di muka bumi yaitu Nabi Muhammad SAW,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *