Investasi Asing, Mitos, Boom and Bust Economy

Oleh: Fajar Kurniawan (Analis Senior PKAD)

Para penganjur investasi asing berargumen bahwa sekali investasi asing masuk, maka hal itu akan menjadi batu alas bagi masuknya investasi lebih banyak lagi, yang selanjutnya menjadi tiang yang kokoh bagi pembangunan ekonomi keseluruhan. investasi asing sebenarnya adalah kedok baru bagi imperialisme di bidang ekonomi. Contoh dalam kasus Papua bisa kita saksikan kehidupan di kompleks Freeport tampak gemerlap, akan tetapi kontras dengan tingkat kemiskinan di Papua.

Dan investor asing, lebih dari investor lokal, sangat mudah merelokasikan investasinya ke tempat-tempat yang lebih menguntungkan dan menciptakan situasi ekonomi yang sangat fluktuatif (boom and bust economy). Studi jangka panjang yang dilakukan oleh Tanushree Mazumdar mengenai dampak investasi asing di India, menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara investasi asing dan pertumbuhan ekonomi.

Merupakan mitos bahwa investasi asing akan menciptakan perusahaan-perusahaan baru, memperluas pasar atau merangsang penelitian dan pengembangan teknologi ‘know-how’ lokal yang baru. Kenyataannya, investasi asing lebih tertarik untuk membeli perusahaan-perusahaan BUMN kategori untung/sehat dan kemudian memprivatisasinya atau membeli perusahaan-perusahaan swasta dalam kategori yang sama, dan menguasai pasar perusahaan tersebut. Sementara dalam soal teknologi, mereka hanya menjual atau menyewakan desain teknologi yang telah dibuat di ‘negara asal,’ yang jumlahnya mencapai lebih dari 80 persen.

Jadi, apa yang disebut alih teknologi itu adalah bagaimana cara-cara baru dalam menjual teknologi, bukan alih kemampuan riset dan desain teknologi. Dalam kasus Amerika Latin, sejak dekade 1980an, lebih dari setengah investor asing hanya membeli perusahaan-perusahaan yang ada, dengan harga di bawah nilai pasar. Setelah itu, alih-alih melengkapi kapital lokal atau kapital swasta domestik, investasi asing ini malah menyingkirkan (crowds-out) kapital lokal dan inisiatif publik, serta meremehkan kemunculan pusat-pusat penelitian lokal.

Dalam kaitannya dengan perluasan pasar, terdapat catatan yang beragam: dalam sektor dimana perusahaan publik butuh pendanaan, seperti telekomunikasi, pemilik asing baru mungkin akan memperluas pasar melalui penambahan jumlah pengguna jasa perusahaan tersebut. Tetapi dalam kasus lainnya, seperti air, listrik, dan transportasi, para pemilik baru ini malah mereduksi pasar, khususnya dari kalangan berpendapatan rendah melalui peningkatan ongkos di luar kemampuan daya beli konsumen tersebut.

Mitos berikutnya bahwa investasi asing akan meningkatkan daya saing industri ekspor, dan merangsang ekonomi lokal melalui pasar kedua (sektor keuangan) dan ketiga (sektor jasa/pelayanan). Faktanya, investor asing lebih tertarik membeli atau menginvestasikan uangnya ke sektor-sektor pertambagangan yang sangat menguntungkan dan kemudian mengekspornya dengan sedikit atau tanpa nilai tambah sama sekali.

Merupakan mitos pula bahwa investasi asing akan meningkatkan pajak pendapatan dan menambah pendapatan lokal/nasional, serta memperkuat nilai mata uang lokal untuk pembiayaan impor. Faktanya, investor asing terlibat dalam penipuan pajak, penipuan dalam pembelian perusahaan-perusahaan publik, dan praktek pencucian uang dalam skala besar.

Sebagai contoh, pada Mei 2005, pemerintah Venezuela mengumumkan bahwa terjadi penghindaran dan penipuan pajak sejumlah milyaran dollar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perminyakan asing, sejak mereka menandatangani kontrak pada dekade 1990an. Seluruh perusahaan minyak dan gas Rusia telah dikuasai oleh sebuah kelas baru oligarki, yang berasosiasi dengan para investor asing untuk menghindari pajak sebagaimana terbukti dalam pengadilan dua oligarkh, Platon Lebedev dan Mikhail Khodorkovsky. Keduanya menghindari membayar pajak sebesar US$29 milyar, dengan difasilitasi oleh bank-bank Amerika Serikat dan Eropa.

Sementara itu, dampak dari perusahaan-perusahaan multinasional ini pada keseimbangan neraca pembayaran untuk jangka panjang adalah negatif. Sebagai contoh, sebagai besar pabrik perakitan di zona ekspor mengimpor seluruh bahan-bahan masukan (input) mesin, desain dan ketrampilan, serta mengekspor produk jadi dan semi jadi. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan neraca perdagangan dimana biaya impor tergantung secara relatif terhadap nilai ekspor. Dalam banyak kasus, komponen-komponen impor yang dimasukkan dalam ekonomi lokal lebih besar ketimbang nilai tambah dalam zona ekspor. Selain itu, sebagian besar pendapatan dari platform ekspor dinikmati oleh kelas kapitalis, semenejak kunci sukses dari bisnis ini adalah upah murah.

Mitos palsu berikutnya bahwa sebagian besar negara-negara Dunia Ketiga tergantung pada investasi asing untuk menyediakan kebutuhan modal bagi pembangunan karena sumberdaya-sumberdaya lokal tidak tersedia atau tidak mencukupi. Temuan Petras dalam studinya berjudul Six Myths About the Benefits of Foreign Investment
The Pretensions of Neoliberalism (2006), justru menunjukkan hal sebaliknya, dimana mayoritas investasi asing itu adalah investor asing yang meminjam tabungan nasional untuk membeli perusahaan-perusahaan lokal dan membiayai investasinya.

Investor asing dan MNCs (multinasional corporations) melindungi pinjaman luar negerinya melalui bantuan pemerintah lokal, atau secara langsung menerima pinjaman dari dana pensiun lokal dan perbankan. Laporan terkini tentang dana pensiun yang digunakan untuk membiayai MNCs lokal di Meksiko menunjukkan bahwa Banamex, bank swasta kedua terbesar di Meksiko (pada 2001 merger dengan Citigroup Inc), memperoleh jaminan pinjaman sebesar 28.9 milyar pesos (US$2.6 milyar), American Movil (Telcel) 13 milyar pesos (US$1.2 milyar), Ford Motor (untuk pinjaman jangka panjang) sebesar 9.556 milyar pesos) dan 1 milyar pesos (untuk pinjaman jangka pendek), General Motors (sektor keuangan) menerima sebesar 6.555 milyar pesos.

Fakta ini menunjukkan bahwa pinjaman yang dilakukan oleh investor asing untuk mengambilalih pasar lokal dan fasilitas-fasilitas produktif, telah menjadi praktek yang umum, menyanggah gagasan bahwa investor asing membawa ‘modal segar’ ke negara berkembang tersebut. Hal yang sama pentingnya, fakta itu juga membantah gagasan bahwa negara-negara Dunia Ketiga, ‘butuh’ investasi asing karena kelangkaan modal yang dimilikinya.

Yang sebenarnya terjadi, undangan pada investasi asing menyebabkan tabungan lokal dari investor swasta dan publik lokal menjadi terbatas pada peminjam lokal, sehingga memaksa mereka untuk melihat kreditor uang ‘informal’ dengan tingkat suku bunga yang mencekik. Akibatnya, ketimbang melengkapi keberadaan investor lokal, investasi asing justru bersaing untuk memperoleh tabungan lokal dari posisi istimewanya di pasar kredit. Dengan iming-iming jaminan aset (di luar negeri) yang besar dan pengaruh politik, mereka lebih mudah memperoleh jaminan pinjaman dari agen-agen pemberi pinjaman lokal.

Fakta penguasaan oleh asing atas kekayaan negeri ini, kontrol terhadap politik dan kebijakan negeri ini, dan ketergantungan terhadap asing membuat miris siapapun yang peduli dengan negeri ini dan penduduknya. Jika konstitusi mengamanatkan bahwa “tanah air dan segala isinya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, fakta yang ada ternyata sangatlah jauh panggang dari api.[]

Share artikel ini: