Mediaumat.id – Koordinator Indonesian Valuation for Energy and Infrastructur (Invest) Ahmad Daryoko menilai, tujuan subholding PLN adalah ‘menghabisi’ sisa-sisa struktur PLN holding.
“Tujuan subholding PLN adalah ‘menghabisi’ sisa-sisa struktur PLN holding,” tuturnya pada Mediaumat.id, Ahad (13/3/2022).
Menurutnya, setelah program ini selesai, maka struktur PLN holding menjadi sangat kecil menunggu dibubarkan saja dan hanya mengurusi kontrak-kontrak saja.
“Fungsi operasional berpindah ke subholding. Termasuk untuk adakan IPO (initial public offering), anak-anak perusahaan pembangkit IP (anak perusahaan PLN) dan PJB (Pembangkit Jawa Bali) serta pembangkit-pembangkit IPP (independent power producer) swasta seperti Huadian, Shenhua, Chengda dan lain-lain,” jelasnya.
Dengan begitu, lanjutnya, PLN sebagai EO (event organizer) kelistrikan, asetnya makin dikempeskan.
“PLN benar-benar bubar setelah terbentuknya subholding transmisi yang sekarang masih ditahan agar pemerintah masih bisa memainkan peran subsidi. Dan bubarnya PLN diperkirakan akan terjadi pada akhir rezim Jokowi,” terangnya.
Artinya, lanjut Daryoko, pada rezim Jokowilah komitmen negara untuk tidak menangani BUMN pelayanan publik, dalam hal ini PLN terealisasi. Semuanya sesuai LoI (letter of intent) 31 Oktober 1997 atau setelah 25 tahun baru terealisasi.
“Tegasnya rezim Jokowi adalah double agent yaitu agen kapitalis dan agen komunis,” tandasnya.
Sebagai agen kapitalis, lanjutnya, rezim ini memanfaatkan operator lapangan seperti Luhut BP, Erick Tohir, JK, Dahlan Iskan. Dan sebagai agen komunis karena memang muncul dari entitas itu.
Daryoko menyimpulkan bahwa konsep subholding PLN adalah bagian dari program privatisasi, atau penjualan PLN ke aseng maupun asing yang dilakukan oleh “gerombolan” komunis yang berkedok kapitalis. Terus ke mana Pancasila?
“Lupakan saja Pancasila. Karena mulai era Orla, Orba dan seterusnya bahkan sampai sekarang hanya sebagai jargon saja,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun