Mediaumat.id – Koordinator Valuation for Energy and Infrastructure (Invest) Ahmad Daryoko menilai program Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir tentang subholding PLN karena ketundukan terhadap kartel. “Karena ketundukan terhadap kartel inilah kemudian ada program subholding PLN,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (25/3/2022).
Menurutnya, hakikatnya program tersebut dari naskah akademik yang ditolak MK yaitu UU No. 20/2002 yakni ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik dan UU No. 30/2009 tentang ketenagalistrikan mengatur pembagian wilayah usaha penyediaan tenaga listrik yang terintegrasi.
“Anehkan? Naskah akademik dari pemikiran program unbundling yang ditolak MK saat ini dipakai untuk lakukan subholding PLN?” jelasnya.
Ia mencontohkan, seperti negara Filipina melakukan privatisasi perusahaan listrik Napocor (National Power Corporation) yang telah dijual ke GE (AS), Siemens (Jerman), EDF (Prancis), Arreva (Perancis), Kanshai (Jepang), Hyundai (Korea) sehingga menjadikan mantan Presiden Maria Gloria Macaraeg Macapagal Arroyo langsung menjadi pimpinan kartel listrik swasta.
Sementara itu, ia menjelaskan, di California Amerika Serikat sektor ketenagalistikan diterapkan mekanisme pasar bebas hingga sampai kompetensi penuh atau multy buyer and multy seller system sehingga tidak memunculkan kartel listrik swasta.
“Tetapi itu di AS. Yang para pejabatnya bisa berlaku profesional, ketika sedang menjabat. Tetapi sangat berbeda dengan pejabat di negara- negara yang berkembang,” jelasnya.
Sedangkan di Indonesia sendiri, kata Daryoko, tidak menutup kemungkinan jika pimpinan kartel saat ini adalah para peng-peng (penguasa-pengusaha) seperti Luhut Binsar Panjaitan, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan atau Erick Thohir.
“Mengapa demikian? Karena karakter pemimpin di negara berkembang (korban utang luar negeri) dan menerbitkan LoI memang bermental ‘brocker’ seperti Indonesia,” pungkasnya.[] Lukman Indra Bayu