Invest: PLN dan NKRI Rusak karena Tidak Miliki Visi Islam
Mediaumat.id – Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastusture (Invest) Ahmad Daryoko menilai PLN dan NKRI rusak karena pejabatnya tidak memiliki visi Islam.
“PLN dan NKRI ini rusak karena para pejabatnya tidak memiliki visi ideologi dengan semangat etatisme (pengaturan negara) dengan intersection (titik temu) Ideologi Islam,” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Senin (23/1/2023).
Menurut Daryoko, misi merusak PLN ini ternyata hanya merupakan follow up (tindak lanjut) dari gagasan dan cita-cita agen CIA (badan intelegen Amerika) bidang ekonomi bernama John Perkins yang masuk ke Indonesia pada 1975 dan berkantor di PLN Distribusi Bandung. “Perkins mengakui semua bahwa dia diutus CIA untuk merusak ekonomi Indonesia melalui modus kelistrikan,” paparnya.
Dalam tahap desain konsep (conceptual design) jelas Daryoko, Perkins merencanakan PLN Jawa-Bali harus di privatisasi dan dikuasai swasta terutama grup AS secara unbundling vertikal agar terjadi kondisi kompetisi penuh (multy buyer and multy seller/MBMS).
“Targetnya, CIA bisa mengondisikan pemerintah Indonesia agar sama sekali tidak bisa mengendalikan kelistrikan dan selanjutnya bisa dijadikan instrumen politik untuk kepentingan mereka,” bebernya.
Ia mencontohkan kasus yang sama di negara lain. “Revolusi sosial di Kamerun 1999, di awali kaos kelistrikan gara-gara kartel listrik swasta menciptakan over pricing (harga lebih tinggi) sampai 11 kali lipat saat beban puncak antara jam 17.00-22.00. Itulah akibat konsep desain Perkins dengan menciptakan kondisi MBMS System di Jawa-Bali,” terangnya.
Island System
Untuk menghindari MBMS, Daryoko menyarankan agar di Jawa-Bali dibikin kelistrikan island system seperti Jepang di Pulau Honzu (analisa teknis Sidang MK 2003). Yaitu proyek transmisi di Jawa-Bali tidak dibikin dari Anyer (ujung Jawa bagian barat) ke Karangasem (Bali bagian Timur) secara menerus (verticaly integrated system). Tetapi dipisah, untuk Jawa-Barat termasuk DKI satu sistem, Jawa Tengah satu sistem, Jawa Timur satu sistem, Bali satu sistem. “Paling yang menyatukan (kalau ada) adalah kabel KA Cepat semacam maglev atau sinkanzen (impian Jokowi) yang menjulur dari Jakarta ke Bali,” tandasnya.
Dengan island system ini, menurut Daryoko, meskipun pengelolaan kelistrikan oleh swasta , namun pemerintah relatif masih bisa mengendalikan bahkan masih bisa menerapkan asas manfaat yaitu dengan perhitungan benifit cost ratio (BCR) dalam operasional kelistrikan. Atau kelistrikan masih bisa dikendalikan secara infrastruktur yang merupakan komoditas publik, sehingga secara keseluruhan masih bisa di bawah manajemen BUMN.
“Namun karena para pejabat khususnya yang mengelola kelistrikan tidak memiliki visi Ideologi dalam konteks sektor energi khususnya sektor ketenagalistrikan, maka akhirnya pada tahap detail desain pun justru mendorong terciptanya regulasi/UU Ketenagalistrikan yang menerapkan ideologi apa pun, termasuk liberal , yang penting menguntungkan diri sendiri! Tidak memikirkan dampak luas rakyat! Yang ada di kepala mereka hanya berpikir, yang penting bisa ikut berbisnis dalam sistem yang ditawarkan asing tersebut,” sesalnya.
Itulah mengapa Dahlan Iskan dalam Sidang MK 2010 berkata, “Untuk mengelola kelistrikan tidak diperlukan UU.” Seluruh ritail PLN khususnya Jawa-Bali dijual, sehingga saat ini terjadilah MBMS yang menguras uang subsidi dari pemerintah ratusan triliun jumlahnya.
“Artinya, Dahlan Iskan ini memang hanya mengikut saja konsep orang lain, dan yang penting menguntungkan pribadinya,”kritiknya.
Daryoko mengungkapkan, saat ini kondisi lapangan sektor ketenagalistrikan khususnya di Jawa-Bali , sudah dalam keadaan unbundling vertikal secara total. Sehari hari sudah terjadi kompetisi penuh atau MBMS yang berakibat tarif listrik sangat mahal, karena biaya operasional sudah sepenuhnya di tangan kartel liswas (listrik swasta) dengan teknik power wheeling system yang hanya berdasar atas Keputusan Menteri ESDM saja. Yang semua ini berakibat subsidi listrik yang ratusan triliun pertahun agar harga listrik relatip stabil.
“Dengan kata lain kelistrikan sudah terperangkap dalam strategi kapitalis yang bekerja sama dengan komunis atau persisnya telah diperalat oleh rezim komunis berkedok kapitalis,”pungkasnya.[] Irianti Aminatun