Invest: Ada Plintirisasi Putusan MK dalam Seminar PLN

Mediaumat.id – Koordinator Valuation for Energy and Infrastructure (INVEST) Ahmad Daryoko menilai ada plintirisasi (pemelintiran) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam seminar yang diselenggarakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) beberapa waktu lalu.

“(Ada) plintirisasi putusan MK dalam seminar holdingisasi vs PSO PLN,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (18/3/2022).

Menurutnya, seminar PLN yang mengambil tema holdingisasi atau subholding adalah strategi pengelolaan BUMN, PSO (public service obligation) adalah misi PLN sebagai infrastruktur kelistrikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar sejahtera, ditengarai guna mencuci otak keluarga besar PLN dan rakyat Indonesia, dengan pesan bahwa proses privatisasi/penjualan PLN ini sudah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Holdingisasi/subholding adalah strategi pengelolaan BUMN (dalam hal ini PLN) dalam proses privatisasi/penjualan PLN, artinya menginduk ke ideologi kapitalis/liberal. Sedang PSO  adalah misi PLN sebagai infrastruktur kelistrikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar sejahtera. Artinya PSO menginduk ke etatisme (Pancasila)/ta’jul furudz (Islam),” ujarnya.

Menurutnya, inilah yang membikin keluarga besar PLN dan rakyat Indonesia makin berada pada kondisi disorientasi dan bingung menghadapi pencaplokan PLN oleh aseng/asing dan taipan 9 naga ini.

Daryoko menilai, meskipun 90% PLN saat ini sudah dikuasai aseng/asing dan taipan 9 naga, tetapi semua itu dilakukan dengan melanggar putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 serta putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016 yang mengadili Judicial Review UU No 20/2002 dan UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan yang diajukan oleh SP PLN.

Belakangan, lanjut Daryoko, ditemukan makalah berupa power point dari seorang guru besar hukum dari perguruan tinggi terkenal dalam negeri, yang menyampaikan justifikasi bahwa program holdingisasi/subholding PLN sesuai SK Menteri BUMN No.: SK – 352/MBU/10 2021 adalah sah karena sudah sesuai dengan putusan MK No. 001-021-022/PUU – I/2003 tanggal 15 Desember 2004.

“Padahal putusan tersebut membatalkan secara total UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan pada tgl 15 Desember 2004! Artinya, UU Kelistrikan bertentangan dengan konstitusi,” tegasnya.

“Pertanyaannya, apakah naskah akademik yang dipakai dalam sebuah UU yang terbukti melawan konstitusi, dan sudah dibatalkan MK, kemudian dipakai untuk melegitimasi tahap holdingisasi atau subholding yang jelas-jelas tindak lanjut UU yang dibatalkan MK?” pungkasnya.[] Nur Salamah

Share artikel ini: