Mediaumat.id – Permintaan Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyarankan Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan kebijakannya dalam membatasi ekspor nikel dan bahan mineral lainnya, dinilai ada pertarungan kepentingan asing dan aseng.
“Saya melihat, di sini ada pertarungan kepentingan ya terutama bagi asing dan aseng,” ujar Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (Hilmi) Dr. Julian Sigit, M.E.Sy. kepada Mediaumat.id, Senin (3/7/2023).
Menurut Julian, Indonesia adalah penghasil nikel terbesar di dunia. Sedangkan nikel adalah bahan tambang strategis sebagai bahan baku dari baterai kendaraan listrik. Agar mendapat nilai ekonomis yang tinggi, nikel harus diolah dulu menjadi barang jadi. Sehingga pemerintah melarang ekspor nikel dalam bentuk mentah.
Julian melihat, pengelolaan tambang nikel di Indonesia saat ini terjadi semacam monopoli. Sebab pengelolaan tambang dan pabrik pengolahan nikel saat ini hanya bekerja sama dengan Cina, sehingga negara Cina yang banyak memperoleh keuntungan secara signifikan.
“Oleh karena itu negara-negara Eropa meminta IMF untuk menekan Indonesia agar membuka keran ekspor nikel dalam bentuk mentah,” terangnya.
Milik Umum
Julian menegaskan, dalam Islam pertambangan nikel adalah milik umum, maka pemerintah selaku wakil rakyat seharusnya mengelola seoptimal mungkin dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Jadi tidak diberikan kepada pihak asing maupun aseng, dan murni dikelola oleh negara dalam rangka kedaulatan ekonomi.
Selain itu, Julian melihat, fakta hari ini justru ketika pemerintah condong memberikan keran ekspor kepada Cina, maka Eropa cenderung progresif atau represif.
“Pemerintah seyogyanya, menepi kepada kepentingan aseng ataupun melihat kepentingan asing, betul-betul pemerintah sebagai mandatory dari rakyat wajib mengelola pertambangan nikel ini seoptimal mungkin,” pungkas Julian.[] Agung Sumartono