Inilah Tiga Peristiwa Besar pada 12 Rabiulawal

 Inilah Tiga Peristiwa Besar pada 12 Rabiulawal

Mediaumat.info – Pada 12 Rabiulawal telah terjadi tiga peristiwa besar yaitu maulid Nabi Muhammad SAW, maulid Daulah Islamiah, dan maulid Khilafah Rasyidah.

“Pada Rabiulawal telah terjadi tiga peristiwa besar, yaitu maulid Nabi SAW, maulid Daulah Islamiah, dan maulid Khilafah Rasyidah,” ungkap Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi dalam keterangan tertulis yang diterima media-umat.info, Ahad (15/9/2024).

Namun, sambungnya menyayangkan, tengah menjadi kebiasaan kaum Muslim hanya memperingati maulid Nabi SAW.

Tiga Peristiwa Besar

Sebagaimana disebut sebelumnya, pada Rabiulawal yang merupakan bulan ketiga dalam kalender Hijriah setelah bulan Muharram dan bulan Safar, ada tiga peristiwa besar yang secara detail harus diketahui umat Muslim.

“Ada tiga peristiwa besar pada Rabiulawal yang harus diketahui umat Muslim,” paparnya.

Pertama, sebagaimana dikutip dari buku Sirah Nabawiah, hlm. 15 karya Imam Rawwas Qal’ah Jie, serta kitab Zadul Ma’ad, juz I hlm. 28 karya Imam Ibnul Qayyim, peristiwa maulid Nabi Muhammad SAW yang terjadi pada tahun Gajah di Makkah.

Bahkan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Mushtafa, hlm. 205 menyebut ada 132 keajaiban kala itu. Di antaranya, ketika lahir dan digendong oleh Asy-Syifa Ummu Abdurrahman bin Auf, beliau SAW menangis keras dan berkata kepada Asy-Syifa, ‘Semoga Allah merahmatimu’.

“Banyak kitab telah ditulis tentang keistimewaan beliau SAW, seperti kitab Qiyadatur Rasul As-Siyasiyah wa al-Askariyah karya Ahmad Ratib Armusy (Beirut: Darun Nafa`is, 1991) yang mencoba menjelaskan aspek kepemimpinan Nabi SAW dalam bidang militer dan politik,” sebut Kiai Shiddiq.

Tak hanya itu, Imam Rawwas Qal’ah Jie di dalam kitab Dirasat Tahliliyah li Syakhshiyah Ar-Rasul (Beirut: Darun Nafa`is, 1988), melukiskan pribadi beliau SAW sebagai guru (murabbi), suami, dan manusia biasa dalam hal ini aspek kemanusiaan (basyariyah).

Bahkan, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani radhiyallahu ‘anhu di dalam kitab Nizhamul Hukm fil Islam, hlm. 116-117 menyampaikan, di antara keistimewaan itu ialah Nabi SAW memegang dua kedudukan sekaligus, yakni sebagai nabi dan kepala negara.

Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW bukan hanya seorang nabi yang bertugas menyampaikan wahyu, tetapi juga sekaligus kepala negara yang menerapkan hukum Allah kepada masyarakat (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhamul Hukm fil Islam, hlm. 118).

Bukan tanpa dasar, masih dari pendapat Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, terdapat dua kategori ayat Al-Qur’an tentang tugas menyampaikan wahyu dan berkenaan dengan kewajiban menerapkan hukum yang diturunkan Allah SWT.

“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; dan maka tegakkanlah hukum di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah,” demikian bunyi kutipan QS al-Maidah ayat 67 dan 48.

Tak ayal, menurutnya, maulid Nabi SAW merupakan kelahiran seseorang yang kelak mempunyai banyak keistimewaan di dunia dan akhirat dalam segala aspeknya.

Peristiwa besar kedua adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.

Meski, Muharram ditetapkan sebagai awal perhitungan tahun Hijriah, sebagaimana keterangan di dalam buku Sirah Nabawiah, hlm. 232–233 karya Imam Shafiyurrahman Mubarakfuri; dan kitab Qiyadatur Rasul, hlm. 40 karya Imam Ahmad Ratib Armusy, beliau SAW berhijrah meninggalkan Gua Tsur pada malam Senin, 1 Rabiulawal 1 H (16 September 622 M).

Selanjutnya, Nabi SAW sampai di Quba’, 5 km di sebelah tenggara kota Madinah, pada Senin, 8 Rabiulawal 1 H (23 September 622 M). Lalu berdiam di sana selama empat hari, yaitu Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. Dan berikutnya, Nabi SAW memasuki Madinah pada Jum’at, 12 Rabiulawal 1 H.

Maka itu, senada dengan kesimpulan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang termaktub di dalam kitab Ad-Daulah al-Islamiyah, hlm. 48, 12 Rabiulawal adalah saat sampainya Nabi SAW di Madinah sekaligus menandai berdirinya Daulah Islamiah (qiyam ad-daulah al-islamiyah). Alasannya, di Madinah terdapat kesiapan masyarakat untuk menegakkan Daulah Islamiah dan mendukung dakwah Islam yang diemban Nabi SAW (Ad-Daulah al-Islamiyah, hlm. 47).

Sedangkan peristiwa ketiga yaitu wafatnya Nabi Muhammad SAW, di hari, tanggal dan bulan yang sama dengan maulidnya. “Nabi SAW wafat pada Senin, 12 Rabiul Awal 11 Hijriah,” ungkap Kiai Shiddiq, menukil keterangan dari Imam Ibnu Katsir di dalam kitab As-Sirah an-Nabawiyah, juz IV hlm. 507.

Memang benar, kata Kiai Shiddiq lebih lanjut, sepeninggal Nabi SAW, tugas kenabian telah berakhir. Tetapi dalam hal kepemimpinan negara, telah dilanjutkan oleh khalifah (bahasa Arab) yang berarti ‘pengganti’ atau ‘penerus’.

Maknanya, wafatnya Nabi SAW ini menjadi pertanda lahirnya negara Khilafah Islam Rasyidah. “Ini karena pada hari yang sama, bahkan sebelum jenazah Nabi SAW dimakamkan, umat Islam telah membaiat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah,” ujarnya.

Nabi SAW wafat pada waktu Dhuha, Senin, 12 Rabiul Awal 11 H, sedangkan Abu Bakar as-shiddiq dibaiat sebagai khalifah hari itu pula (baiat in’iqad/baiat khashash).

Sehari pasca baiat tersebut, yakni pada Selasa pagi harinya, Abu Bakar as-shiddiq dibaiat oleh kaum Muslim di masjid (baiat tha’at/baiat ammah). Nabi SAW baru dimakamkan pada pertengahan malam pada malam Rabu (Lihat kitab Ajhizah Daulah Al-Khilafah, hlm.13).

“Dahulu Bani Israil segala urusannya selalu dipimpin oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi wafat, ia digantikan Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak,” tandasnya mengutip HR Muslim, No. 1842.

Semangat Tegakkan Khilafah

Dengan demikian, selain memahami ketiga peristiwa besar tersebut, umat wajib menjadikannya sebagai sumber semangat di masa sekarang untuk berjuang menegakkan kembali Khilafah Rasyidah.

Pasalnya, perkara ini adalah sunah (metode) yang dirintis oleh Nabi SAW sebagai Daulah Islamiah, lalu sunah ini dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin sebagai Khilafah Rasyidah.

“Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, dan gigitlah sunah-sunah itu dengan gigi-gigi gerahammu,” pungkasnya, menukil hadits riwayat Imam Tirmidzi, No. 2816. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *