Nampaknya bumi pertiwi yang gemah ripah loh jinawi sedang menanggung beban berat anak negeri. Akibat ulah para pemimpin yang jumawa pongah penuh arogansi. Menggunakan pembenaran berbagai kebijakan menyimpang atas nama regulasi. Keprihatinan inilah yang menjadikan Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) menggelar diskusi online via Zoom dan Live Streaming Youtube, Ahad (16/8/2020) pukul 08.00-11.30 WIB.
Tama yang menarik, “Merdeka dari Cengkraman Oligarki Berbaju Demokrasi”. Hal ini menandakan bahwa oligarki telah bercokol dan menjadi pandemi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dr. Ahmad Yani (Politisi dan Advokat) mengungkapkan gambaran jelas bahwa perubahan politik di negeri ini dimulai dari tata aturan dan legislasi. Banyak keputusan politik yang diambil dari para oligarki, meski mereka tidak terlibat dalam pemerintahan.
“Hal ini menjadi keperihatinan yang cukup mendalam. Sebab terjadi penyelewengan instrumen utama yang dikendalikan mereka (oligarki),”ungkapnya detail.
Selain itu, Ahmad Yani menambahkan jika kekuatan partai politik dikuasai oligarki yang menyebabkan ruhnya terpisah dari rakyat.
“Kita sudah berada di ambang kehancuran bangsa ini. Nilai dan sistem bangsa sudah dipredator oligarki. Bahkan sudah sempurna betul dari hulu ke hilir. Tidak ada kata lain, kecuali harus dihentikan,”ajaknya menggebu-gebu.
Terkait persolan bangsa, Ahmad Yani menyinggung bahwa persoalan ini bukan kasuistik, tapi sistemik. Kerusakannya sudah menyeluruh, terstruktur, dan masif.
Harus diakui saat ini terjadi pengacuan pada sistem kehidupan menghalalkan segala cara hanya berorientasi pada semata mata materi. Menggunakan aqidah pemisahan urusan agama dengan negara bernama sekulerisasi.
Bersambung ke Wahyudi al-Maroky (Direktur Pamong Institute). Beliau mengurai tiga hal ciri negara dikuasai oligarki.
“Pertama, Negara itu dikendalikan sekelompok kecil orang yang memiliki pengaruh besar dan kepentingannya. Kedua, Terjadinya kesenjangan yang ekstrim antara kepentingan sumber yang dikuasai rakyat dengan dikuasai segelintir orang. 10 % orang kaya menguasai 74% lainnya. Ketiga, Terjadinya mekanisme dari penjagaan kepada oligarki. Mereka melakukan pelanggaran tidak dapat hukuman. Misal, ada seorang tidak divonis sebagai koruptor dan buronan,”ungkap Wahyudi yang juga lulusan IPDN.
Wahyudi membuat definisi sederhana dari oligarki agar lebih membumi, bahwa “Oligarki adalah sekelompok kecil orang yang memakai sarana negara untuk melindungi kepentingannya.”
Tumbuh suburnya oligarki karena mendapat sarana dari sistem pemerintahan demokrasi. Seperti yang disampaikan Jeffry Winters bahwa Indonesia memang sudah memasuki reformasi 98, bukan sekadar memasuki babak baru demokrasi langsung. Bahkan masuk ke politik biaya tinggi.
Alhasil, oligarki yang mencengkram di negeri ini tidak bisa dibiarkan. Semua elemen harus bersatu padu dalam aksi nyata membebaskan Indonesia dari oligarki jahat. Jangan biarkan oligarki membelenggu. Indonesia harus merdeka dan berdaulat dengan sistem Islam yang diridhoi Allah SWT.[hn]