Mediaumat.id – Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menyatakan salah satu penyebab mahalnya biaya haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) adalah tidak efisiennya biaya-biaya komponen haji.
“Salah satu penyebab mahalnya biaya haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) adalah tidak efisiennya biaya-biaya komponen haji,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (14/2/2023).
Menurut Ishak, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah berulang kali menemukan inefisiensi tersebut akibat berbagai penyimpangan dan pembengkakan biaya perjalanan ibadah haji.
Ishak mengatakan, dalam pemeriksaan BPK pada komponen BPIH 2019 yang dilakukan secara uji petik, artinya tidak dilakukan secara menyeluruh, telah ditemukan beberapa inefisiensi.
Ia pun menyebut empat hal yang membuat BPIH tidak efesien. Pertama, perhitungan anggaran biaya akomodasi jemaah haji tahun 2019 belum dirinci per embarkasi dan zonasi. Akibatnya kata Ishak, pelayanan akomodasi di Makkah tidak mencerminkan asas keadilan.
Kedua, penganggaran pelayanan transportasi antar kota/naqabah tidak mencerminkan kebutuhan biaya yang wajar, sehingga realisasi biaya penyediaan transportasi Shalawat melebihi anggaran yang telah disahkan sehingga membebani keuangan haji.
Ketiga, perencanaan dan penetapan biaya penerbangan pada BPIH belum memadai dan belum mencerminkan biaya penerbangan yang menguntungkan keuangan haji. Akibatnya, Kementerian Agama menanggung beban biaya penerbangan jemaah lebih tinggi dari yang seharusnya minimal sebesar Rp 360 miliar. Hal tersebut mengakibatkan sebagian jemaah pada embarkasi tertentu membayar lebih tinggi dari biaya penerbangan seharusnya.
Keempat, besaran biaya tinggal dan masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi belum didukung dengan hasil kajian dan perhitungan yang jelas. Padahal, biaya tersebut masih dapat dihemat dari 1.500 menjadi SAR S 1.000 sehingga dapat memangkas biaya sebesar Rp 402 miliar.
Kelima, kegiatan manasik haji belum direncanakan dan ditetapkan secara memadai sehingga pelaksanaannya kurang efektif. Kondisi tersebut mengakibatkan pelaksanaan bimbingan manasik haji menjadi tidak efektif. Sehingga pelaksanaan bimbingan manasik yang belum mencerminkan rencana kebutuhan yang sesungguhnya membebani ongkos haji atau BPIH.
Menurut Ishak, seandainya pemerintah serius untuk membenahi efisiensi BPIH maka ongkos haji dapat ditekan. Salah satu caranya adalah melakukan audit secara menyeluruh terhadap komponen-komponen ongkos haji tersebut. Selanjutnya, pemerintah melibatkan para ahli untuk mencarikan solusi agar seluruh komponen tersebut dibuat menjadi sangat efisien. Dengan demikian, BPIH yang ditanggung jamaah akan menjadi lebih murah.
“Di samping itu, tentu saja masalah fundamentalnya adalah mendorong peningkatan kapasitas haji di Arab Saudi sehingga kuota Indonesia dapat ditingkatkan, serta pengelolaan setoran Ongkos Naik Haji calon jamaah dengan cara yang lebih baik, seperti ditempatkan dalam bentuk emas sehingga lebih aman dari fluktuasi dolar AS dan harga bahan bakar, selain tidak ditempatkan pada investasi yang haram dan berisiko,” pungkasnya.[] Agung Sumartono