Inilah Persoalan Utama Tidak Berjihadnya Penguasa Muslim Lawan Israel

Mediaumat.news – Tidak berjihadnya para penguasa negeri Islam untuk menghentikan kebiadaban Israel kepada Muslim Palestina bukan karena Israel yang menguat secara militer tapi para pemimpin dunia Islam yang melembek pada Barat dan Israel.

“Persoalan utamanya justru terletak pada merosotnya ketakwaan kaum Muslim, khususnya para pemimpin mereka,” ujar Peneliti Siyasah Institute Iwan Januar kepada Mediaumat.news, Rabu (12/5/2021).

Menurut Iwan, para penguasa negeri Islam itu tak ada perasaan takut pada Allah dan mengharap Jannah, untuk menggerakkan hati dan lisan mereka untuk mengirimkan pasukan membela Masjidilaqsa dan kaum Muslim Palestina.

“Bertahun-tahun para pemimpin dunia Islam hanya jago retorika dan macan podium, tapi tak pernah berani mengusik eksistensi negara Yahudi tersebut, kecuali lewat kata-kata bukan dengan senjata,” bebernya.

Iwan pun mencontohkan Mesir, negeri Islam yang berbatasan langsung dengan Israel, malah menandatangani Perjanjian Camp David dengan Amerika Serikat yang mengokohkan eksistensi zionis Yahudi di Palestina.

Padahal, lanjut Iwan, Mesir peringkat ke-13 negara militer berpengaruh di dunia dari 140 negara dengan militer terkuat dunia versi globalfirepower.com (memiliki tentara aktif 450 ribu personil; armada udara: 1053 unit, termasuk 91 helikopter tempur; armada darat 3753 tank baja dan 11 ribu kendaraan lapis baja).

Bahkan, beber Iwan, Pangeran Mohammad bin Salman dari Saudi sudah melakukan kontak politik dengan PM Israel Benjamin Netanyahu bersama Direktur Mossad, dinas intelijen Israel, pada November 2020 di Kerajaan Saudi. Padahal Saudi peringkat ke-17 (memiliki personil militer aktif 500 ribu lebih; armada udara 889 unit, termasuk 34 helikopter tempur; armada darat 1062 tank dan 12.500 kendaraan lapis baja).

“Bila Saudi bisa menyerang negeri Muslim Yaman dengan kekuatan militer, bila Turki bisa menyerang Siprus tanpa perlu izin PBB, mengapa untuk urusan Israel itu tak bisa dilakukan?” tanyanya retoris.

Padahal, lanjut Iwan, Turki peringkat ke-11 (memiliki tentara aktif 895 ribu personil; armada udara 1056 unit, termasuk 104 helikopter tempur; armada darat 3045 tank baja, dan 11.630 kendaraan lapis baja).

Israel sendiri hanya kekuatan ‘kecil’ dibandingkan tiga negara kuat itu. Di peringkat ke-20, Israel hanya memiliki 170 ribu personil militer aktif, 595 armada tempur udara, dan 1650 tank baja. “Andaikan kaum Muslim mengerahkan separuh kekuatan militernya, Israel ambyar sudah,” ungkapnya.

Amerika

Menurut Iwan, bila Israel diserang, mungkin saja Amerika Serikat turun tangan. Namun hitung-hitungan hari ini tidak gampang AS menerjunkan militernya sebagaimana invasi militer mereka ke Irak atau Afganistan. Setidaknya karena tiga alasan.

Pertama, AS masih berkonsentrasi atasi turbulensi ekonomi dalam negeri dan persaingan dagang dengan Cina. Ini menguras perhatian besar. Dalam konflik Suriah terlihat AS malah mengandalkan rekan mereka, Turki, untuk menghadapi Rusia, Iran dan Cina.

Kedua, andaikan negara-negara Timur Tengah dan Afrika sepakat menutup pangkalan militer AS di negara-negara mereka, maka menyulitkan mobilitas militer AS ke Timur Tengah. Perlu waktu dan biaya besar untuk mengirim pasukan ke Timur Tengah.

Ketiga, kemungkinan penolakan besar dari warga AS, karena pasca invasi ke Irak sebagai dampak tragedi 9/11, publik AS merasa negara mereka tidak perlu campur tangan dalam urusan negara lain.

“Apalagi melihat kenyataan anak-anak mereka yang pulang dari medan Irak dan Afganistan mengalami berbagai penderitaan. Belum lagi berbagai skandal militer AS di Irak dan Afganistan membuat publik menilai kebijakan ini memalukan,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

 

Share artikel ini: