Mediaumat.id – Pengasuh Majlis Baitul Qur’an Ustadz Luthfi Hidayat menuturkan bahwa pada peristiwa Isra’ Mi’raj mengandung banyak pelajaran berharga.
“Kita bangga dan bahagia memiliki Nabi Muhammad SAW yang dalam perjalanan Isra’ dan Mi’rajnya memiliki nilai-nilai, pelajaran berharga tentang kemuliaan kaum Muslim,” ungkapnya di Kabar Petang, Isra’ Mi’raj: Dimensi Spiritual, Ideologi dan Politik, Jumat (17/2/2023) melalui kanal YouTube Khilafah News.
Melalui Isra’ Mi’raj, Allah memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Rasulullah SAW di tengah hambatan dakwah. “Ditambah wafatnya Abu Thalib paman Rasulullah SAW serta istrinya Khadijah, juga penolakan kasar penduduk Thaif, Allah memberikan mukjizat dengan menunjukkan tanda-tana kebesaran-Nya,” bebernya.
Ustadz Luthfi menegaskan, begitu banyak dimensi yang bisa diambil pelajaran dari peristiwa ini terutama dalam kondisi umat yang pada saat ini terombang-ambing dalam peradaban sekuler.
Dimensi Spiritual
Ustadz Luthfi mengatakan, Isra’ Mi’raj ini mengandung dimensi spiritual untuk menguji keyakinan keimanan kepada Allah SWT. “Allah memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha yang jaraknya 1350 Km, membutuhkan waktu tempuh 40 hari dengan unta tercepat, tapi ini hanya ditempuh kurang dari satu malam. Ini benar-benar ujian keimanan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sambungnya, dalam perjalanan Mi’raj dari langit pertama hingga langit ke tujuh Rasulullah SAW dipertemukan dengan para nabi. Di Sidratul Muntaha diperlihatkan Surga dan Neraka. “Inilah dimensi spiritual yang paling penting untuk diyakini pada peristiwa Isra’ Mi’raj ini,” tegasnya.
Ustadz Luthfi menjelaskan, hadits riwayat Imam Muslim bahwa pada malam Isra’ Mi’raj, Nabi SAW diberi dua bejana minuman berisi khamar dan susu, lalu Nabi SAW meminum susu. Kemudian Jibril as berkata, “Engkau telah diberi petunjuk sesuai fitrah. Seandainya Engkau memilih khamar niscaya sesatlah umatmu.”
“Islam itu sesuai fitrah manusia sebagaimana dilambangkan oleh susu. Oleh sebab itu, ketika Islam hadir pasti sesuai fitrah manusia yang memerlukan agama sebagai petunjuk dalam semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, bermasyarakat, dan lainya,” tukasnya.
Dimensi Politis
Ustadz Luthfi menuturkan, perjalan Isra’ Rasulullah SAW disinggahkan di Yatsrib, sebuah kota yang setahun kemudian berganti nama Madinah tempat Rasulullah SAW hijrah dan menjadi kepala negara di sana. “Peristiwa Isra’ ini mengandung dimensi politis yang mengkhabarkan bahwa Rasulullah akan meraih kekuasaan,” tandasnya.
Ini dibuktikan tidak lama setelah peristiwa Isra’ Mi’raj serombongan dari suku Aus dan Khazraj beriman dan berbaiat kepada Rasulullah SAW di Aqabah. Setahun kemudian Rasulullah SAW diberikan pertolongan (nushrah) sebagai kepala negara untuk mengatur urusan kaum Muslim dalam kehidupan bermasyarakat. “Rasulullah mengatur masalah ekonomi, politik dan mengirimkan utusan kepada raja-raja di luar Madinah,” terangnya.
Pada peristiwa Isra Mi’raj, ucap Luthfi, Rasulullah SAW menjadi imam shalat para nabi dan para rasul yang mengindikasikan adanya isyarat pergantian kepemimpinan. “Ini mengindikasikan nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW menyerahkan tampuk kepemimpinan dunia pada Rasulullah SAW,” tandasnya.
Menurut, Ustadz Luthfi, kaum Muslim layak memimpin peradaban dunia. Ia memberikan dua alasan. Pertama, keberhasilan Islam memimpin dunia selama lebih dari 1300 tahun diakui bukan hanya oleh kaum Muslim tapi juga non-Muslim.
“Peradaban tersebut kemudian diruntuhkan oleh orang-orang yang benci kepada Islam pada 3 Maret 1924, bertepatan dengan bulan Rajab. jadi bukti sejarah ini sesungguhnya tidak bisa kita ingkari,” imbuhnya.
Kedua, sambungnya, Islam memiliki dua sumber dalam membangun peradaban yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta hukum-hukum yang digali dari Al-Quran dan As-Sunnah. “Ini sesungguhnya yang menjadi bukti otentik serta modal paling besar, paling dasar bagi kaum Muslim untuk memimpin peradaban,” yakinnya.
Agar Islam memimpin peradaban, ucap Ustadz Luthfi, umat Islam harus melakukan dakwah menjelaskan kemampuan Islam mengatur dunia sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika dakwah di Makkah untuk membangun peradaban Islam.
“Dakwah Rasul dihalangi di mana-mana sehingga seolah tidak ada peluang. Tapi ternyata Allah memberikan indikasi dari peristiwa Isra’ Mi’raj bahwa keberhasilan dakwah, pertolongan itu hanya di tangan Allah, dan kemenangan itu sangat mudah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun