Mediaumat.news – Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan Indonesia hanya menikmati keuntungan nilai tambah sebesar 10 persen dari industri bijih nikel di Morowali dan Konawe. Sedangkan sisanya sebesar 90 persen menjadi keuntungan bagi investor China yang membangun smelter di kawasan industri tersebut. Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai hal itu disebabkan karena terlalu bernafsu mengundang investor asing.
“Mengapa negara bisa dirugikan seperti ini, karena terlalu bernafsu mengundang investor asing demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan pencitraan sebagai pemerintahan yang berhasil,” ungkapnya kepada Mediaumat.news, Ahad (1/7/2021).
Iwan mencurigai, ada permainan pejabat pemburu rente yang mengambil keuntungan dari permainan investasi ini. “Mereka dapat fee atau mungkin punya perusahaan yang kebagian jatah dari investasi tersebut,” ungkapnya.
Hal itu menurutnya membuktikan hancurnya sistem demokrasi dan kapitalisme yang merugikan negara. “Dengan demokrasi, aturan apapun bisa dibuat, bila melanggar aturan atau UU bisa dibuat aturan baru Perpres atau apalah namanya demi keuntungan kaum kapitalis,” pungkasnya. [] Ade Sunandar