Mediaumat.info – Pengamat Pendidikan Maya Puspitasari, S.Pd., M.Sc., Ph.D. menilai pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 tahun 2016, setidaknya menimbulkan dua problem.
“Secara kasat mata, sebenarnya pemberlakuan UKT ini memberikan harapan baru bagi masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah. Namun realitanya, kebijakan ini setidaknya bisa menimbulkan dua problem baru yakni komersialisasi pendidikan dan meningkatnya kesenjangan antara si miskin dan si kaya,” tuturnya kepada Media-umat.info, Senin (15/4/2024).
Maya mengungkapkan, adanya program UKT ditambah dengan Kampus Merdeka yang diberlakukan oleh pemerintah, perguruan tinggi akhirnya menjadi tempat untuk menyediakan human capital bagi negara dalam meningkatkan tingkat ekonomi.
“Sehingga tak heran jika banyak perguruan tinggi yang melakukan kerja sama dengan berbagai industri komersial ataupun badan usaha milik negara (BUMN) karena mereka dianggap mampu untuk membantu perguruan tinggi dalam menyiapkan lulusan yang kompeten,” ujarnya.
Langkah ini, menurutnya, sudah diterapkan oleh beberapa PTN misalnya dengan bekerja sama dengan pihak maskapai, perbankan, perusahaan otomotif dan lain sebagainya.
Walhasil, jelasnya, tujuan pendidikan yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa akhirnya bertumpu pada bagaimana lulusan bisa mendapatkan karier di masa depan.
Sehingga, jelas Maya, tidak mengherankan jika banyak orang tua yang ‘memaksa’ anak-anaknya untuk kuliah di program studi tertentu karena prodi tersebut dianggap bisa memberikan prospek karier yang menjanjikan.
“Akibatnya, banyak prodi-prodi yang sebenarnya dibutuhkan namun ‘dianaktirikan’ atau dianggap tidak bonafid. Ilmu perpustakaan atau teknik perkapalan misalnya,” ungkapnya.
“Adanya perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) pun menjadi indikasi komersialisasi pendidikan. Perguruan tinggi diberikan otonomi dalam mengelola akademik dan nonakademik termasuk dalam pemerolehan pendanaan,” imbuhnya.
Selain itu, kata Maya, kesenjangan antara si miskin dan si kaya tidak dapat terelakkan dengan adanya penerapan UKT ini. Pasalnya, pemerintah hanya memberikan 20% kursi di PTN yang dikhususkan bagi masyarakat miskin.
“Sementara kita ketahui bersama, untuk masuk ke PTN itu bukan sesuatu yang mudah. Masyarakat yang mampu, malah sudah jauh-jauh hari mempersiapkan agar bisa masuk. Bahkan beberapa lembaga pendidikan menyediakan program lolos PTN dengan harga yang tidak murah,” terang Maya.
“Akibatnya, masyarakat kurang mampu akan sangat sulit untuk bersaing dengan masyarakat kaya yang mampu mendatangkan tutor privat atau membayar mahal persiapan lolos PTN,” tambahnya.
Maya mengatakan, negara seharusnya menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh warga negaranya dari kalangan mana pun.
“Pendidikan adalah hak warga negara dan menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab al-Hilyah, Rasulullah bahkan menempatkan orang yang berilmu di posisi lebih tinggi dibanding ahli ibadah,” tuturnya.
Dalam konteks ini, ia melihat bahwa pendidikan dipandang sebagai elemen yang sangat penting dalam Islam.
“Pendidikan yang layak dan berkualitas akan melahirkan generasi-generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu dunia namun tetap memegang teguh hukum Allah,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat