Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto menyebutkan alasan pemerintah ngotot untuk pengosongan lahan di Pulau Rempang karena terkait jadwal yang sudah ditetapkan investor.
“Jelas, ini terkait schedule (jadwal) yang ditetapkan oleh investor gitu, karena itulah pemerintah ngotot 28 September ini harus sudah kosong,” ujarnya dalam Focus to The Point: 28 September Rempang Harus Kosong, Kok Ngotot Korbankan Rakyat? di kanal YouTube UIY Official, Sabtu (23/9/2023).
Karena, lanjutnya, di tanggal 28 September 2023 itu investor mempertanyakan bisa diambil atau tidak. “Karena itu Menteri Investasi dan Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) pun menyebut tanggal itu juga dan tampaknya yang akan menjadi batas pengosongan,” tuturnya.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan juga bebernya, jika di tanggal 28 September tidak kosong investor akan pergi. “Dan jika pergi maka investasi yang dijanjikan akan hilang,” bebernya.
UIY juga mengungkapkan, investor akan pergi ke tetangga sebelah jika lahan belum kosong.
Demi Investor
UIY juga mengungkapkan, kalau dilihat dari orientasi, investasi itu hanya untuk investor. “Kalau betul demi kesejahteraan atau kebaikan penduduk di situ, mestinya yang pertama yang dikedepankan atau yang diperhatikan adalah keadaan penduduk,” ungkapnya.
Berhubung sudah terlanjur janji dengan investor, lanjutnya, akibatnya hal-hal yang sifatnya perhatian terhadap manusia atau humanistik itu hilang atau diabaikan. “Dianggap itu barang bisa digeser lalu ditaruh ditempat sementara,” ujarnya.
UIY juga membeberkan, sekarang Indonesia saat ini bergeser dari demokrasi menuju korporatokrasi. “Jadi bukan sekarang bukan rakyat yang berdaulat melainkan pemilik modal itulah yang berdaulat,” bebernya.
Jadi, ujarnya, negara itu dipakai hanya untuk alat untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politik mereka (pemilik modal). “Dan itu terjadi di sejumlah negara,” bebernya.
Dikendalikan
UIY menuturkan, kecenderungan negara saat ini adalah bahwa negara saat ini dikendalikan bukan mengendalikan. “Contoh paling nyata bagaimana negara itu dikendalikan oleh private sectory oleh perusahaan-perusahaan tambang besar sedemikian sehingga undang-undang (UU) itu bisa diubah,” bebernya.
Jadi, ujarnya, bukan masalah investasi melainkan investornya investasi yang bermain di sektor kalau dalam Islam sektor milik publik. “Seperti halnya tambang itu mestinya dicegah, karena apa, kalau dia (investor) masuk ke situ tidak akan rugi, sekarang coba orang itu menanam batu bara mana ruginya, tidak ada,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi