Mediaumat.id – Intelektual Muslim Abdullah IAR mengungkapkan alasan mengapa konser Coldplay harus ditolak.
“Dan itu clear menurut saya, bahwa di balik konser itu (Coldplay) ada yang dijual, yaitu kebebasan, nilai-nilai kebebasan, nilai-nilai sekulerisme, dan itulah yang kita tolak,” jelasnya dalam rubrik Dakwah Jateng News: Coldplay dan Kampanye LGBT? Di kanal YouTube Dakwah Jateng, Selasa (23/5/2023).
Salah satu kebebasan yang dipropagandakan dalam konser itu, menurut Abdullah, adalah kebebasan dalam perilaku yang mengarah pada LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Tujuannya agar kebebasan tersebut mendapatkan ruang, dinormalisasi dan dapat diterima masyarakat.
“Kalau sudah bisa diterima, maka dia akan masuk pada tahap berikutnya yaitu dia akan menempuh ke aspek yuridis, agar secara legalitas terlindungi,” jelasnya.
Menurutnya, LGBT ini bagian dari gaya hidup kapitalis, gaya hidup liberal yang berusaha untuk mendapatkan ruang agar bisa diterima di tengah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
“Menurut saya, ini ada faktor politisnya. Indonesia ini kan negara yang mayoritas Muslim. Jadi, jika di Indonesia diterima, maka bisa menjadi justifikasi bahwa Islam menerima itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Abdullah mengatakan, musik itu tidak bebas nilai seperti sains dan teknologi. Musik sangat dipengaruhi oleh cara pandang dan ideologi tertentu. Kalau usic ini lahir dari orang yang berideologi kapitaslis, yang akidahnya sekuler, maka dia akan melihatnya sebatas seni.
“Jadi wajar kalau ada orang memandang kok seni dikait-kaitkan dengan agama? Karena dalam sekulerisme itu, agama dipisahkan dari kehidupan,” ujarnya.
Dampak Sekularisme
Menurut Abdullah, dampak dari pemikiran sekuler menjangkiti masyarakat adalah orang menginginkan agar agama jangan dicampur-adukkan dengan kehidupan. “Agama jangan mengurusi politik. Agama jangan mencampuri masalah seni,” ujarnya.
Sebagai seorang Muslim, ia menjelaskan akidah Islam mengajarkan bahwa manusia hidup adalah untuk beribadah. Sehingga semua aktivitas manusia harus menjadi ibadah dan bernilai ibadah. Artinya kalau punya nilai ibadah, maka harus dikaitkan dengan nilai agama.
“Karena kalau tidak dikaitkan dengan agama, maka tidak punya nilai ibadah. Maka di sinilah letak pergesekan antara Islam dengan sekuler itu,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, setiap ideologi akan berusaha untuk mempertahankan hegemoninya. Dunia saat ini berada dalam hegemoni kapitalisme liberal. Oleh karena itu, propaganda menanamkan nilai-nilai sekulerisme, kapitalisme dan liberalisme di tengah-tengah kaum Muslim akan terus dilakukan agar pikiran dan hati umat Islam condong ke sana bahkan mendukung.
“Targetnya melahirkan umat Islam yang cara pandang kehidupannya sekuler bahkan liberal. Tidak harus umat Islam melepaskan ke-Islamannya, akan tetapi ketika cara pandangnya sudah berganti dengan way of life yang dikembangkan kapitalis, maka itulah keberhasilan mereka menghegemoni dunia, termasuk di negeri Muslim,” jelasnya
“Dalam konteks inilah mereka menggunakan berbagai macam uslub (cara teknis), berbagai macam cara, termasuk melalui fun (hiburan), kemudian food (makanan) dan fashion (busana),” pungkasnya.[] Muhammad Sholeh