Mediaumat.news – Menanggapi kabar semakin banyak perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) mengancam menarik bantuan kampanye ke anggota Partai Republik yang menentang kemenangan Presiden terpilih Joe Biden, menurut Pengamat Politik Internasional Farid Wajdi hal itu adalah naluri alami dari pendukung-pendukung demokrasi Amerika karena yang terpenting bagi korporat adalah bisnis tetap bisa jalan.
“Ini jelas menunjukkan, sesungguhnya yang terpenting bagi mereka itu adalah bisnis mereka bisa jalan. Kenapa mereka menginginkan demokrasi di Amerika berjalan dengan baik itu juga untuk kepentingan bisnis mereka. Jadi sesungguhnya adalah naluri alami dari pendukung-pendukung demokrasi Amerika terutama dari pihak korporasi,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Rabu (12/01/2021).
Farid memandang, sikap korporat seperti itu menunjukkan bahwa bagi korporasi, berjalannya sistem demokrasi di Amerika dengan teratur adalah hal yang lebih mereka inginkan. Para korporasi tidak menginginkan Amerika yang terpecah-belah, konflik terus-menerus karena akan mengganggu kepentingan korporasi mereka. Itu sudah menjadi sifat pragmatisme dari perusahaan-perusahaan Amerika.
Jadi, kata Farid, meskipun perusahaan-perusahaan tersebut bisa terpecah dukungannya baik kepada Donald Trump maupun Joe Biden, pendukung Trump kebanyakan dari perusahaan energi sedangkan pendukung Joe Biden kebanyakan dari perusahaan telekomunikasi dan IT. Namun ketika mereka melihat ancaman terhadap sistem demokrasi Amerika yang bisa membuat Amerika berlarut-larut dalam konflik tentu mereka lebih memilih menjaga sistem demokrasi mereka.
Menurut Farid, para korporat itu melihat ancaman yang besar bagi mereka ketika Amerika tidak bisa lagi menjadi role of model dari sebuah sistem demokrasi. Ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat dunia pada sistem demokrasi.
Ia menilai sebenarnya masyarakat dunia sekarang ini sudah jauh kepercayaan mereka terhadap sistem demokrasi. Tapi dengan masih adanya Amerika yang mereka lihat masih merupakan negara adidaya dan ada keteraturan, ketertiban, kesejahteraan di sana tentu, mereka masih bisa memberikan mimpi atau harapan terkait dengan demokrasi.
“Karena demokrasi sendiri di negara-negara dunia ketiga telah menimbulkan berbagai macam persoalan. Yaitu justru menjadi jalan bagi kelompok-kelompok pemilik modal yang rakus untuk menguasai negeri-negeri dunia ketiga dan menimbulkan konflik yang terus-menerus,” bebernya.
Di samping itu, menurut Farid, Amerika sendiri tidak konsisten ketika berbicara demokrasi, mereka menggunakan standar ganda. Rezim-rezim diktator yang represif seperti Al Sisi di Mesir tetap mereka dukung meskipun tidak demokratis. Demikian juga Saudi.
“Jadi kepercayaan masyarakat dunia terutama dunia Islam sebenarnya terhadap demokrasi semakin rendah, apalagi ditambah kalau demokrasi di Amerika sendiri tampak babak-belur. Oleh karena itu Amerika sendiri meskipun mendukung rezim represif di luar negara mereka, mereka akan berusaha menjadikan negara mereka sebagai role of model dari sebuah negara demokrasi yang berhasil,” pungkasnya.[] Agung Sumartono