Inikah Makna Sebenarnya dari Cawe-Cawe Jokowi?

 Inikah Makna Sebenarnya dari Cawe-Cawe Jokowi?

Mediaumat.id – Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menduga cawe-cawe (intervensi) Jokowi terhadap pelaksanaan Pilpres 2024 bermakna menggunakan seluruh perangkat kekuasaan untuk memastikan pilihan rakyat kepada siapa presiden berikutnya.

“Dugaan saya Jokowi akan menggunakan seluruh perangkat kekuasaan kenegaraan untuk memastikan pilihan rakyat kepada siapa presiden berikutnya,” ungkapnya di acara Perspektif PKAD: Pemakzulan Presiden Jokowi Karena Cawe-Cawe, Konstitusionalkah? melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (6/6/2023).

Dari berbagai podcast yang disimak, Agung berkesimpulan bahwa yang dimaksud cawe-cawe itu campur tangan. “Bahkan Tempo menggunakan bahasa yang lebih clear ‘tidak netral’” tegasnya.

Ketidaknetralan ini, menurutnya, masuk tindak pidana sehingga secara hukum sah untuk dipidanakan. “Kalau mau secara politik ya selesaikan dengan pemakzulan, ini sudah sangat clear sebenarnya,” imbuhnya.

Meski demikian, Agung tidak yakin, tindakan secara hukum berupa pemidanaan maupun tindakan secara politik berupa pemakzulan akan bisa dilaksanakan. Karena, perangkat hukum dan perangkat politik yang ada saat ini berpihak pada kekuasaan.

Karpet Merah

Dalam pandangan Agung, kekuasaan saat ini menggelar karpet merah untuk asing. Hal itu bisa dilihat dari kebijakan politik dan proyek strategis nasional yang tampak, semisal hilirisasi nikel, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), investasi, UU Omnibuslaw, RUU Kesehatan.

“Saya mendapatkan data menarik dari Cina yang sedang mengalami pelemahan dari sisi ekonomi. Terjadi pengangguran yang angkanya tidak main-main, 24 persen umur 16-24 tahun. Saya menduga ini akan menjadi impor tenaga kerja berikutnya dalam jumlah yang sangat besar masuk ke Indonesia,” tambahnya.

Menurutnya, cawe-cawe Jokowi bisa dimaknai bahwa presiden yang akan terpilih di Pilpres 2024 ini harus yang siap melanjutkan kebijakan yang sudah digariskan oleh Jokowi di atas.

Perubahan

Melihat kondisi Indonesia seperti di atas, Agung menegaskan, harus ada perubahan. Namun ia pesimis perubahan bisa terjadi melalui intraparlemen sebab intraparlemen memihak kekuasaan.

“Konsolidasi masyarakat sipil pun sudah diporakporandakan sejak Jokowi menjadi presiden 2014. Tokoh-tokoh besar dari Jaringan Advokasi Tambang, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, di masa dulu, sekarang sudah menjadi bagian kekuasaan Pak Jokowi,” bebernya.

Meski demikian, Agung menegaskan, tidak perlu pesimis, sebab perubahan pasti terjadi, hanya soal waktu, soal momentum.

“Konsolidasi masyarakat sipil harus terus dilakukan. Kita dorong tokoh-tokoh oposisi untuk berani bicara terbuka, kapan momentum perubahan terjadi, Allah yang kasih tahu, kita hanya harus terus melakukan konsolidasi,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa konsolidasi itu harus memiliki konsep yang jelas mau dibawa ke mana negara ini. Jangan sampai kesalahan pergerakan reformasi terulang lagi, karena tidak memiliki konsep yang jelas saat Soeharto jatuh kekuasaan tetap diambil oleh status quo.

“Konsolidasi yang lebih mendalam, konsolidasi ide, konsolidasi arah ke mana akan kita bawa negeri ini, baru nanti mobilisasi kekuatan. Tawaran saya arahnya adalah tegaknya syariah Islam dengan khilafah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *