Mediaumat.info – Pengamat Politik dan Media Hanif Kristianto menjelaskan perbedaan antara politik demokrasi yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan dengan politik Islam yang mengurusi urusan rakyat.
“Nah, hal ini (politik dalam demokrasi), memang berbeda dalam politik Islam. Kenapa? Karena politik Islam sebetulnya berkuasa itu bukan dalam rangka untuk memperkaya diri sendiri atau untuk merebut kekuasaan,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pilkada 2024, Pemenang Ditentukan Uang? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (27/11/2024).
Menurutnya, hal itu karena di dalam politik Islam lebih didorong sebagai mengurusi urusan rakyat. “Jadi ini yang membedakan antara politik Islam dengan demokrasi,” tuturnya.
Sedangkan dalam demokrasi itu, lanjutnya, lebih kepada memperkaya diri serta kelompoknya, bahkan uang itu lebih banyak bicara. Bahkan mahalnya demokrasi itu juga menggerus ideologi dan siapa pun juga akan tertimpa.
“Bahkan lagi-lagi kita juga nanti akan mendengar, peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) korupsi dan sebagainya apakah itu secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi,” jelasnya.
Hanif juga menuturkan, di dalam politik Islam, memilih adalah sebuah cara atau prosesnya saja, yang lebih penting adalah pemimpin atau penguasa yang dipilih itu adalah menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya.
“Dan itulah yang sebetulnya disebut ulil amri minkum. Nah, kata amri di sini, adalah di antara manusia yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menerapkan syariah Islam kaffah,” tegasnya.
Sehingga, lanjutnya, seseorang yang nanti akan menjadi pemimpin atau ingin berkuasa sudah paham bahwa ini adalah amanah. Dan amanah itu berat pertanggungjawabannya di dunia dan di akhirat.
“Karenanya siapa pun nanti yang mencalonkan diri di dalam pemilihan atau yang ingin jadi pemimpin, sadar bahwa ada pertanggungjawaban yang berat di akhirat kelak,” tuturnya.
Jadi, menurutnya, kekuasaan itu bisa menjadi sebuah kehinaan atau menjadi sebuah kesempatan untuk mendapatkan naungan ketika di Yaumul Qiyamah.
“Inilah gambaran dari politik demokrasi yang memang sudah kacau dan mengacaukan. Rusak dan juga merusak tatanan kehidupan kita,” bebernya.
Sebab, tuturnya, demokrasi itu memisahkan agama dari kehidupan. “Karenanya demokrasi akan menghalalkan segala cara, termasuk menghalalkan uang untuk bisa menang,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat