Ini Pelajaran yang Bisa Diambil Kaum Muslim dari Kasus Edy Mulyadi

 Ini Pelajaran yang Bisa Diambil Kaum Muslim dari Kasus Edy Mulyadi

Mediaumat.id – Kaum Muslim dapat mengambil pelajaran dari kasus Edy Mulyadi dengan melakukan dua hal. “Yang harus dilakukan kaum Muslim ada dua hal,” tutur Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky dalam acara Kabar Petang: Edy Mulyadi Dibidik? di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (5/2/2022).

Pertama, memperbaiki sistemnya supaya tidak ada lagi celah untuk melahirkan kebijakan zalim. “Kebijakan yang menzalimi rakyatnya, aktivisnya, ajaran-ajaran Islam dan yang menzalimi para ulama,” jelasnya.

Kedua, harus melahirkan SDM bertakwa. “Mendidik SDM yang bertakwa, yang takut melakukan kezaliman. Jangan sampai SDM zalim, pemimpinnya membiarkan terjadi kezaliman. Berarti pemimpinnya juga ikut melakukan kezaliman,” lanjutnya.

Ia berharap SDM yang ada, jangan sampai justru melahirkan pejabat-pejabat atau penguasa-penguasa yang gemar melakukan kezaliman. “Wujudkan pejabat dan penguasa-penguasa yang bertakwa, takut melakukan kezaliman. Mereka bukan takut karena peraturan undang-undang tetapi takut karena dia akan diadili kelak di akhirat,” harapnya.

Selain kasus Edy Mulyadi, ia melihat banyak kezaliman yang terjadi di Indonesia. “Bahwa keadilan bisa dijualbelikan,” tegasnya.

Ia mencatat dari berbagai perspektif. Pertama, dari tuntutannya sudah bisa diatur. Orang yang seharusnya dituntut berat, bisa dituntut ringan. Itu dari tuntutan, bukan dari jenis vonisnya. Harusnya divonis berat, bisa divonis ringan. “Bahkan ada yang divonis nihil itu,” ungkapnya.

Dia juga melihat ada obral hukuman, diskon hukuman setelah divonis dihukum. “Saya bisa kasih contoh sedikit ya. Misalnya dari tuntutan, itu kan kalau kita ingat kasusnya Juliari Peter Batubara mantan Menteri Sosial. Itu kan korupsi dana bansos saat pandemi. Ketua KPK bilang dituntut berat bahkan hukuman mati karena korupsinya di masa pandemi. Tidak bermoral itu, sudah rakyat susah, miskin, bantuan sosial dikorupsi pula,” bebernya.

Menurutnya, itu layak dihukum berat. “Tetapi apa? Tuntutan yang dilakukan oleh jaksa cuma 11 tahun. Itu dari sisi tuntutan begitu ringan,” terangnya.

Wahyudi juga menyampaikan kasus Heru Hidayat yang divonis nihil. “Dari diskon vonisnya juga bisa disaksikan oleh publik. Yang semestinya divonis berat, bisa dibuat ringan. Bahkan kita baru saja dipertontonkan kasus ASABRI yang namanya Heru Hidayat itu divonis nihil,” paparnya.

“Kan lucu itu, padahal dia merugikan anggaran 12 triliun untuk ASABRI,” lanjutnya.

Ia membandingkan kasus aktivis yang divonis berlapis-lapis. “HBS hanya ucapan itu, bukan korupsi tapi divonis 10 bulan. Kemudian divonis lagi 18 bulan. Dua kali divonis. Sedangkan korupsi yang trilunan cuma divonis nihil,” kesalnya.

Menurutnya, hal ini yang membuat koruptor banyak yang tidak takut karena dari tuntutan ringan, vonisnya juga bisa ringan. “Bahkan setelah divonis, bisa dapat diskon,” paparnya.

Bahkan ia melihat ada yang dapat diskon 60%, yaitu kasus suap yang melibatkan Jaksa Pinanki. “Jaksa Pinanki itu dihukum 10 tahun. Tetapi setelah itu dapat diskon jadi 4 tahun. Jadi diskonnya 60%. Luar biasa itu,” ungkapnya dengan tersenyum heran.

Wahyudi menilai yang terjadi tampak tidak fair. Justru kalau aktivis tidak bisa minta diskon. “Dulu ada kasusnya Abu Bakar Ba’asyir. Dia mau dikeluarkan dari tahanan, eh enggak jadi padahal dianggap sudah sepuh, tapi enggak jadi dikeluarkan,” tuturnya.

Dia melihat pelajaran yang banyak pada kasus Edy Mulyadi. “Yang pasti para ulama banyak yang dikriminalisasi. Aktivis-aktivisnya dikriminalisasi, bahkan ajaran Islam pun dikriminalisasi. Orang bicara jihad, bicara khilafah, jilbab itu banyak yang dikriminalisasi,” terangnya.

Menurutnya, justru ini bisa mempersatukan umat Islam untuk lebih berani dan bersatu dalam menyampaikan amar makruf nahi mungkar. “Harus terus berani menasihati penguasa. Enggak boleh diam. Karena menasihati itu wujud kecintaan kita. Jadi kalau penguasa tidak dinasihati, dan melakukan kebijakan-kebijakan yang zalim, maka wujud menasihati itu adalah untuk membuktikan kezalimannya,” tegasnya.

“Jadi kalau kita melihat kezalimannya, tidak boleh diam. Kalau bisa dihentikan ya dihentikan. kalau tidak bisa, kita bicara supaya berhenti,” pungkasnya.[] Raras

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *