Indonesia Tolak Bahas HAM Berat Uighur, Begini Kata Pengamat

Mediaumat.id – Penolakan Indonesia membahas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Muslim Uighur yang dilakukan Cina dinilai Pengamat Politik Internasional Hasbi Aswar Ph.D. karena Indonesia tidak bisa memilih.

“Indonesia tidak bisa memilih ngeblok ke Cina atau ngeblok ke Barat karena ngeblok ke salah satunya bagi Indonesia adalah sebuah kerugian,” ungkapnya di acara Perspektif PKAD: Tolak HAM Berat Uighur, Di Bawah Cengkeraman RRC Komuniskah??!! melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (11/10/2022).

Hasbi memberikan alasan Indonesia mempunyai ketergantungan ekonomi yang cukup tinggi kepada Cina. “Jumlah investasi Cina di Indonesia terbesar ketiga,” ungkapnya sembari mengatakan tingkat perdagangan Cina Indonesia juga semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Selain itu kata Hasbi, letak geografis Cina lebih dekat dengan Indonesia ketimbang Eropa atau Amerika.

“Di sisi lain Indonesia juga masih tetap butuh Amerika, butuh Barat. Salah satu yang paling strategis bagi Indonesia adalah pertahanan dan keamanan, di samping secara global koalisi Barat masih tetap dominan,” terangnya.

Karena itu, jelas Hasbi, ketika Indonesia ditanya soal bagaimana sikap terhadap Amerika dengan berbagai macam problem yang dilahirkan, begitu pun saat ditanya sikapnya terhadap Cina, jawabannya selalu mengatakan bahwa Indonesia negara netral, tidak mau berpihak kepada salah satunya.

“Sikap abu-abu Indonesia terhadap Uighur sangat mudah ditebak, karena ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap Cina yang tinggi. Bukan hanya soal Uighur, soal perbatasan Laut Cina Selatan yang sering diganggu oleh Cina pun, Indonesia tidak koar-koar, tidak dihadapi dengan mikropon diplomasi,” bebernya.

Muslim Indonesia Peduli

Hasbi menilai mayoritas umat Muslim di Indonesia peduli terhadap masalah Uighur. “Tahun 2018 sebelum terjadi pandemi Covid-19 banyak sekali aksi umat terkait masalah Uighur ini. Banyak aksi di depan Kedutaan Cina mengecam itu. Muhammadiyah, NU juga membuat pernyataan yang semua mendesak organisasi internasional termasuk mendesak pemerintah Indonesia untuk terlibat aktif dalam mengklarifikasi masalah ini,” jelasnya.

Aksi itu dilakukan, lanjut Hasbi, karena Cina mengingkari telah bertindak represif terhadap Muslim Uighur dan tidak menganggap bagian dari pelanggaran HAM, tapi merupakan bagian edukasi terhadap masyarakat yang terpapar terorisme.

“Meski Cina punya justifikasi, tapi data-data dari berbagai pihak termasuk orang Uighur yang lari dari Xinjiang, liputan wartawan, hasil riset kelompok-kelompok HAM, amnesti internasional, human right watch, jelas sekali ada represi dan ada pelanggaran HAM secara sistematis,” bebernya.

Pertarungan Amerika vs Cina

Hasbi mengatakan, Indonesia sebagai negara potensial tidak pernah lepas dari lirikan negara-negara besar, sehingga potensi pertarungan Amerika vs Cina itu sangat mungkin terjadi.

“Indonesia sudah punya sejarah pertarungan di masa lalu antara Uni Sovyet dan Amerika melalui isu Partai Komunis Indonesia, mafia Berkeley, investasi Amerika di Indonesia dalam memberikan beasiswa untuk program liberalisasi ekonomi dan politik,” terangnya.

Sekarang pun, sambung Hasbi, sudah banyak yang melakukan pemetaan calon-calon presiden yang kira-kira pro Cina siapa, yang dekat dengan Amerika siapa.

“Menjelang pemilu dua tahun lagi, Amerika dan Cina yang punya kepentingan besar pasti akan selalu mengontak dengan agen-agen mereka, setidaknya rezim yang akan datang ini tidak akan mengganggu kepentingan mereka. Ini pasti terjadi mengingat Indonesia negara super strategis,” prediksinya.

Amerika, cetus Hasbi, sejak 1940-an telah mengatakan bahwa Indonesia adalah sumber kekayaan yang luar biasa untuk dunia.

“Dari segi geografis Indonesia juga memiliki jalur-jalur perdagangan strategis berbatasan dengan Selat Malaka yang menjadi salah satu jalur perdagangan tersibuk di seluruh dunia,” imbuhnya.

Masuknya Indonesia ke G20 ini lanjut Hasbi, juga tidak terlepas dari potensi ekonomi Indonesia yang begitu besar, juga potensi pasarnya.

Menjadi Negara Maju

 Hasbi memprediksi Indonesia berpotensi menjadi negara maju. Namun Hasbi menyayangkan Indonesia tertipu dengan berbagai gelar yang diberikan oleh negara-negara besar dengan berbagai macam posisi yang diberikan, dengan berbagai macam gelar yang diberikan dan sudah senang dengan itu.

“Kita sudah menjadi negara presidensi anggota G20, menjadi negara observer di Dewan Keamanan PBB. Kita pernah menjadi pemimpin di Dewan HAM PBB, kemudian kita sudah happy,” tukasnya.

Padahal yang dibutuhkan oleh rakyat, kata Hasbi, bukan cuma tampilan luar, tapi rakyat menghendaki Indonesia sejahtera, maju, kuat serta diperhitungkan dalam kancah internasional.

“Yang membuat kita tidak bisa berkontribusi dan tidak bisa bersikap tegas dengan berbagai macam yang terjadi saya kira karena kita negara yang lemah, terkooptasi dengan struktur ekonomi, politik global yang sangat liberal, western sentris dan selalu menguntungkan Barat,” sesalnya.

Sebenarnya Indonesia, nilai Hasbi, sudah punya modal jumlah penduduk yang besar, tentara hebat. Cuma masalahnya industri militernya sangat lemah.

“Kalau kita buka website PT Pindad itu sangat sedikit produksinya. Belum bisa memproduksi senjata-senjata canggih drone, rudal balistik lintas benua, pesawat-pesawat tempur yang canggih, pangkalan-pangkalan militer yang hebat,” ungkap Hasbi menyayangkan.

Menurut Hasbi kalau Indonesia ingin menjadi negara kuat harus mulai membangun kekuatan riil berupa kekuatan ekonomi, industri, persenjataan.

“Meski tidak mudah tapi pasti bisa. Amerika, Cina dulu adalah negara terjajah, lemah, tapi bisa bangkit karena mereka mengubah mindset. Yang paling penting dari itu semua adalah mindset kita. Apakah mindset kita mindset negara maju dan super power atau mindset negara pengikut atau negara boneka?” tanyanya.

Terlebih, lanjut Hasbi, Islam selalu mengajak untuk menjadi negara yang bermental super power. Pelaksanaannya pun sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh para penguasa setelah Nabi SAW.

“Kenapa kita harus menjadi negara super power? Karena kezaliman yang terjadi hari ini itu dilakukan oleh negara super power. Untuk mencegah kezaliman dari negara-negara super power Kita juga harus menjadi negara super power, harus menjadi negara yang lebih unggul daripada mereka,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: