Tidak ada yang ragu dengan indahnya hamparan-hamparan setiap yang ada di negeri khatulistiwa ini. Begitu rupa jenis flora, fauna langka ada dan menjadi daya tarik tersendiri. Karena flora, dengan hasil tanaman yang begitu melimpah. Dulu negeri ini pernah menjadi incaran banyak negara dan hanya bisa menangis terjajah.
Saat kaki menginjak tanah di negeri ini. Ternyata yang diinjaknya adalah tanah subur yang luar biasa. Negeri ini memiliki kesuburan tanah yang tiada bandingannya. Bersebab itu, banyak sekali jenis tanaman yang dapat hidup subur di atasnya.
Dengan letak geografisnya yang berada di antara dua samudera, negeri ini mempunyai wilayah laut yang sangat luas. Di dalamnya menyimpan hasil laut yang begitu banyak. Ada di dalamnya berbagai jenis ikan dan binatang laut. Juga ada di dalam hasil laut non binatang yang tentu saja memuat nilai ekonomis yang tidak sedikit. Tak heran kalau pernah terucap dari seorang menteri kelautan kala itu, potensi dari kekayaan laut ini bisa mencapai 16 persen RAPBN 2018.
Tidak disangka pula, ada “paru-paru” dunia yang terbentang luas di negeri ini. Itulah hutan hujan tropis yang sangat hijau dan juga lebat. Selain itu, juga adanya harta karun yang terpendam dan keberadaannya memiliki peranan sangat penting, yaitu cadangan gas alam.
Konon negeri ini pula memiliki salah satu tambang yang terbesar di dunia. Tercatat ada banyak di Kalimantan dan Sumatera. Negeri ini memiliki tambang batu bara. Negeri ini pun tidak perlu bersusah payah mencari emas hingga puluhan bahkan ratusan meter ke dalam bumi. Bergunung-gunung emas dan tembaga berjajar rapi dan kokoh. Bahkan konon tambang emas tersebut menjadi salah satu tambang emas dengan kualitas terbaik di dunia.
Tidak perlu juga pergi jauh penuh risiko ke tengah lautan mencari migas. Di daratan negeri ini terhampar potensi migas. Jika pun hendak habis, tanaman-tanaman sawit dengan bentangan yang luas siap menghasilkan minyak, dan akan menjadi incaran dunia.
Maka, Indonesia sesungguhnya tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada tidak mampu dengan benar mengelola negeri ini. Sebab, alih-alih keadilan dan kesejahteraan didapat untuk seluruh masyarakatnya. Justru yang terjadi ruang ketimpangan dan kesenjangan kian melebar tidak terbendung. Yang terjadi justru mengayakan mereka yang sudah kaya raya dan sebaliknya, yang terjadi seperti “pemiskinan”.
Indonesia tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada tidak mampu menyelesaikan persoalan perundingan tambang emas itu yang menunjukkan adanya kedaulatan dan berdikari dalam berekonomi. Bukan terkesan mempermainkan dan beropini meninabobokan rakyat. Padahal sesungguhnya masih ada masalah utama yang belum diselesaikan.
Apalagi sampai menghilangkan ingatan bahwa puluhan tahun emas-emas itu dieksploitasi atau “dirampok” dan bukan berpihak pada kepentingan masyarakat. Belum lagi banyaknya wanprestasi dan dugaan kerusakan lingkungan yang sangat merugikan. Padahal sebenarnya masih menyimpan misteri tentang dugaan pelanggaran terhadap Kontrak Karya II sebagaimana beredar dalam pemberitaan.
Indonesia tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada terkesan membiarkan masalah-masalah yang terlihat sederhana namun fatal akibatnya. Ketika kontrol yang terjadi tidak teratur terhadap penggantian hutan menjadi tanaman-tanaman sawit yang cenderung merusak alam, sehingga ekosistem yang ada terganggu. Lambat laun jika semakin meluas, saatnya nanti masalah besar akan timbul.
Indonesia tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada masih membuka pintu seluas-luasnya bagi mereka baik swasta ataupun asing dengan alasan investasi atau apapun sehingga perlahan-lahan mereka sebenarnya yang memiliki porsi besar terhadap kekayaan-kekayaan ekonomi di negeri ini.
Indonesia tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada tidak mampu menjelaskan secara gamblang sehingga nalar publik dapat puas dengan jawaban tersebut. Jangan sampai publik memiliki penilaian bahwa ada kesalahan nalar dalam paket-paket kebijakan utamanya ekonomi, yang kemudian berakibat pajak kian meningkat, defisit kian melebar, utang seperti tidak terkendali, nilai tukar rupiah seakan mimpi untuk mencapai angka 10.000, daya beli menurun, pertumbuhan bukan meroket namun merangkak dan lainnya.
Terlebih ketika terlihat ada upaya menutupi itu semuanya dengan penyajian data tentang cadangan devisa, pembangunan infrastruktur dan propaganda permainan lawan politik yang memainkan isu-isu ekonomi. Padahal hal tersebut masih menyimpan banyak tanda tanya.
Indonesia tidak membutuhkan pemimpin. Jika pemimpin yang ada tidak mampu menyelesaikan kegaduhan, dan justru terlihat semakin memanas. Sebab keadilan dalam segala hal makin jauh panggang dari api, baik hukum, politik dan lainnya, lebih-lebih masalah ekonomi.
Dan memang Indonesia tidak butuh pemimpin. Jika pemimpin yang ada justru terkesan lebih mementingkan peluang-peluang politik agar tetap berkuasa di kemudian hari, dengan menghilangkan suara-suara kritis, dan mereka mengatakan ada kegentingan yang memaksa.
Jogja, 10 Oktober 2017
Lutfi Sarif Hidayat
Direktur Civilization Analysis Forum (CAF)