Indonesia Menuju Sekularisme Garis Keras
Oleh: KH M Shiddiq Al Jawi
Sikap pemerintah yang makin represif terhadap bendera tauhid merupakan sinyal Indonesia akan segera menuju sekularisme garis keras (hard secularism). Ini patut diwaspadai umat Islam.
Prof. Nader Hashemi dalam bukunya Islam, Secularism and Liberal Democracy (Oxford University Press, 2012), membagi praktik sekularisme di Dunia Barat & di Dunia Islam menjadi 2 (dua) tipe; hard secularism (sekularime garis keras) & soft secularism (sekularisme garis lunak).
Sekularisme garis keras ditandai adanya sikap permusuhan kepada agama yang frontal, tak hanya anti konsep negara agama tapi sampai level simbol.
Di Barat, sekularisme garis keras dijalankan Prancis, yang sampai pada level melarang simbol Islam seperti burqa dan jenggot.
Di Dunia Islam, negara Turki adalah contoh negara dgn sekularisme garis keras, yang tentu jelas anti negara agama (Khilafah). Jilbab (kerudung) bagi wanita secara formal dilarang.
Sekularisme garis lunak, tak menunjukkan permusuhan kepada agama secara frontal. Simbol agama tidak dilarang, meski penolakan konsep negara agama sebagai ciri dasar sekularisme tetap ada.
Di Barat, negara berhaluan sekularisme lunak contohnya Amerika Serikat. Di Dunia Islam, contohnya Indonesia, setidaknya hingga era Presiden SBY. Di masa SBY, misalnya, bendera tauhid tidak pernah dipermasalahkan.
Baru-baru ini, pemerintah telah menaikkan level permusuhannya kepada Islam. Tak hanya konsep negara agama (Khilafah), yang sebenarnya termasuk ajaran Islam, bahkan bendera tauhid pun dimusuhi dan dibenci sedemikian rupa.
Walhasil, Indonesia kini mengarah pada sekularisme garis keras yang jelas tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam. Karena negara akan mengambil kebijakan-kebijakan yang dituntut oleh prinsip sekularisme garis keras itu, yaitu kebijakan destruktif yang semakin represif, semakin anti dialog, dan semakin memaksakan kehendak bagi umat Islam.[]