Indonesia Butuh Revolusi, Bukan (hanya) Reformasi !
Oleh: Muhammad Alauddin Azzam, Aktivis GEMA Pembebasan Komsat UGM
Masa demi masa sudah dilakukan bangsa merah putih untuk melakukan perubahan. Sejak 1955, Indonesia mempunyai ambisi untuk mewujudkan hal itu. Yaitu, melalui pemilu. Pada Pemilu 1955, masyarakat memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Namun, pasca pemilu tersebut, kondisi politik Indonesia justru sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara.
Setelah itu, Indonesia senantiasa menyelenggarakan pemilu 5 tahunan. Dalam perjalanan pemilu 5 tahunan tersebut, rezim Soeharto sempat digulingkan oleh gerakan reformasi yang diusung oleh mahasiswa. BJ Habibie tampil menggantikan Soeharto sebagai presiden RI.
Kabinet Reformasi Pembangunan era Habibie pun dibentuk. Namun, apa daya, BJ Habibie terjerembab akibat lepasnya Timor Timut dari NKRI melalui referendum 30 Agustus 1999. Dan laporan pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie pun ditolak akibat masalah tersebut.
Setelah jatuhnya rezim Habibie, muncullah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI pada tahun 1999 yang disokong oleh Poros Tengah. Kebijakan pluralisme dan keterbukaan, serta memperbolehkan komunis hidup kembali pun dicanangkan oleh Gus Dur. Padahal, sudah jelas ini merupakan kebijakan yang anti-Islam bukan ?
Setelah rezim Gus Dur berakhir, tampuk kekuasaan RI 1 dipegang oleh Presiden Megawati yang “katanya” jauh lebih baik. Padahal, pada rezim tersebut, terjadi penjualan perusahaan BUMN ke pihak asing dan kasus BLBI yang menimbulkan kerugian terhadap negara jauh lebih besar dari Century. Dan terakhir, stabilitas politik Indonesia justru semakin hancur sejak Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sejak 2004 resmi dipilih sebagai presiden hingga menjelang pemilu 2014, pemerintahan rezim SBY paling memberikan “kesejahteraan” kepada rakyat. Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang seharusnya dibasmi seperti yang dilantangkan pemuda dan mahasiswa pada era reformasi 1998, malah tumbuh subur di rezim SBY. Sungguh ironis…
Revolusi
Tidak bisa dipungkiri bahwa reformasi atau pergantian kekuasaan saja tidak bisa menjadi harapan dalam mewujudkan kebangkitan. Dibutuhkan juga perubahan sistem yang didukung oleh sebuah ideologi pembangkit. Itulah revolusi. Mengapa demikian? Karena revolusi yang mengusung ideologi pembangkit, sejatinya akan mewujudkan kebangkitan dari sebuah negara.
Fakta sejarah membuktikan bahwa Inggris dengan kapitalismenya dan Rusia dengan komunisnya mampu bangkit dari keterpurukan. Ideologi kapitalisme menjadikan Inggris mampu mewujudkan industri yang kuat. Bahkan, Inggris juga menjadi negara imperialis yang hingga saat ini menjajah negeri-negeri kaum Muslim dengan paham ekonomi kapitalisnya.
Sedangkan ideologi komunisme mampu mewujudkan stabilitas Rusia dan akhirnya Rusia (Uni Soviet) menjadi negara adidaya ketika itu.
Oleh karena itu, kebangkitan Indonesia tidak akan pernah terwujud apabila tidak ada pemahaman/ideologi (mabda’) pembangkit yang lahir dari tubuh negara. Dan Islam merupakan sebuah ideologi yang tepat apabila Indonesia ingin bangkit. Bukan hanya bangkit, tetapi juga keberkahan Allah SWT akan diberikan kepada negeri tersebut. Sadarlah, Indonesia butuh revolusi!Revolusi ideology! []