IMuNe Sebut Dua Aspek Bahaya Perseteruan di LCS bagi Negeri Muslim

 IMuNe Sebut Dua Aspek Bahaya Perseteruan di LCS bagi Negeri Muslim

Mediaumat.id – Perseteruan Amerika Serikat (AS) dan Cina di perairan Laut Cina Selatan (LCS), dinilai memang bukan urusan umat Islam, namun hal itu bisa mengantarkan pada dua aspek yang membahayakan kaum Muslim. “Yang jadi persoalan adalah jika perkelahian ini mengantarkan pada dua aspek,” ujar Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara kepada Mediaumat.id, Sabtu (29/1/2022).

Pertama, aspek perbatasan maritim, yakni menyinggung perbatasan wilayah laut kaum Muslim. Sebab kata Fika, ini area yang sensitif baik secara hukum maupun secara ekonomi dan politik. “Dari sudut pandang Islam ini akan berkaitan erat dengan kekuatan pertahanan laut dan politik luar negeri negeri-negeri Muslim,” tegasnya.

Kedua, aspek polarisasi politik ala Perang Dingin, yang menurutnya, akan memaksa negara-negara ASEAN di kawasan LCS berpihak pada salah satu kubu. “Kondisi ini akan menjadikan negara-negara yang lebih lemah jadi semacam bidak bagi dua negara besar tersebut,” terangnya.

Menurutnya, LCS memang sudah menjadi arena kontestasi kekuatan dua negara kapitalis besar tersebut abad ini. Meski seperti yang pernah ia ungkapkan sebelumnya, perseteruan itu bukanlah benturan ideologi, gertak menggertak dan manuver kekuatan mereka akan selalu menjadi tontonan sehari-hari.

“Nah di sini masalahnya, karena negeri-negeri Muslim yang berada di kawasan ini memang boleh dibilang hanya bisa menonton saja,” tandasnya.

IKN Baru

Seperti diketahui, inisiatif pembangunan ibu kota negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang telah resmi menjadi kebijakan negara ini, menurutnya, sama sekali tidak memperhitungkan aspek postur pertahanan baru.

Ia melihat, konsekuensinya jelas akan memakan budget pertahanan yang sangat besar, karena harus menggeser gelar kekuatan pertahanan.

Menurut Fika, Panglima TNI sendiri juga mengakui belum ada perencanaan detail strategi pertahanan di calon IKN yang baru tersebut. “Bahkan anggarannya saja belum dibahas,” tambahnya.

Sehingga dilihat dari aspek bahaya terkait dengan letak geografis IKN baru yang berdekatan dengan LCS, Fika mengatakan bukan karena itu. “Justru bahayanya karena pemerintah memang tidak punya strategi dan tidak punya anggaran untuk menggeser postur pertahanan untuk IKN yang baru,” tuturnya.

Maka itu, ia menghimbau negeri Muslim di sekitar kawasan harus senantiasa waspada dan fokus pada dua aspek dimaksud yang berpotensi muncul dari perseteruan di LCS, terutama bagi Malaysia dan Brunei.

“Malaysia dan Brunei adalah dua negara Muslim ASEAN yang bersengketa langsung dengan klaim Cina (nine dashline) sehingga disebut claimant state,” jelasnya.

Bagi Indonesia, meski tidak termasuk claimant state, persoalan yang sering muncul adalah kapal Cina, baik kapal riset atau pun militernya sering mondar-mandir di wilayah ZEE Indonesia.

Kondisi demikian, kata Fika, jelas membutuhkan kesiagaan sistem pertahanan laut yang memadai untuk sekadar menaikkan posisi tawar negeri Muslim.

Malah sebagaimana diterangkan dalam sejarah, hukum maritim Islam ternyata pernah diterapkan. “Syariah Islam melarang kapal asing (baik kapal dagang maupun militer) untuk mendekati atau masuk ke laut teritorial negara,” tunjuknya sembari mendefinisikan yurisdiksi negara atas perairan lepas pantai ketika itu menurut Imam Al-Idrisi, Ilmuwan Muslim pembuat peta bola dunia adalah 9,6 km.

Begitu pun sikap hati-hati agar tak terseret pada konflik kepentingan dua negara raksasa tersebut. “Negeri Muslim harus menjaga independensinya plus kedaulatan ekonominya agar tidak mudah diperalat salah satu dari dua kekuatan tersebut,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *