Impor Kedelai Tinggi, Menunjukkan Kurangnya Perhatian Pemerintah

Mediaumat.id – Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menilai tingginya Indonesia impor kedelai menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor pangan.

“Tidak ada alasan Indonesia mengimpor semakin tinggi terhadap kedelai kecuali menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor pangan,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Ahad (20/2/2022).

Padahal, Indonesia pernah mencapai produksi yang sangat tinggi pada masa orde Baru tepatnya pada tahun 1992 yang mencapai 1,9 juta ton.

“Tahun 2021 produksi hanya 600 ribu ton. Ini menunjukkan bahwa produksi domestik terus turun di saat permintaan terus meningkat,” ungkapnya.

Adapun penyebab turunnya produksi dalam negeri karena tidak adanya insentif dan jaminan harga dari pemerintah. “Pemerintah juga tidak mengembangkan benih, pengembangan mekanisme pertanian kedelai, sehingga produktivitasnya tinggi dan kualitasnya bisa bersaing dengan produk impor,” jelas Ishak.

Di sisi lain, menurut Ishak, penyebab tingginya harga kedelai di Indonesia karena harga di pasar internasional naik akibat cuaca kering yang tidak normal terjadi di Amerika Selatan yang merupakan produsen utama kedelai. Ditambah lagi, permintaan kedelai yang berasal dari peternak naik karena meningkatnya permintaan daging konsumsi.

Ishak mengatakan, jika negara Islam tegak maka harga pangan akan dijaga stabilitasnya sehingga rakyat dapat mendapatkannya dengan harga yang terjangkau. Jika produk tersebut dapat dikembangkan di negara Islam, maka produk pangan tersebut seperti kedelai akan betul-betul diperhatikan sehingga tidak bergantung pada impor.

“Indonesia punya sejarah produksi tinggi karena perhatian pemerintah pada saat itu besar. Artinya Indonesia punya potensi untuk swasembada,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini: