Mediaumat.news – Rencana pemerintah membuka keran impor beras sebanyak satu juta ton jelang panen raya dinilai bertolak belakang dengan program food estate untuk ketahanan pangan karena justru menyengsarakan petani. “Ini bukan food estate, tapi sengsarakan petani,” tutur Pengamat Sosial Politik Iwan Januar kepada Mediaumat.news, Kamis (18/3/2021).
Iwan menilai impor beras itu hanya akan untungkan segelintir pengusaha dan pejabat pemburu rente. “Bagi-bagi jatah impor itu sudah lama dilakukan pejabat kita. Menurut hitungan Pak Faisal Bashri, dari impor 1 juta ton beras, pelaku dapat untung 2,5 triliun. Itu bejat, kan? Dia dapat untung, petani buntung,” tandasnya.
Menurutnya, banyak pihak yang menyebut bahwa stok beras aman. “Seperti kata Pak Buwas, stok beras impor 2018 di gudang Bulog masih ratusan ribu ton. Petani kita juga lagi panen raya. Gubernur Jabar Kang Emil juga sudah protes kalau beras di sana ada 300 ribu ton. Data BPS sebutkan stok beras aman, lalu untuk apa impor beras?” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menilai food estate yang dicanangkan tahun kemarin itu hanya lips service belaka. “Konsepnya tidak jelas. Berkali-kali janji stop impor, bahkan terakhir bilang benci produk impor, tapi malah gelontorkan lagi barang impor seperti beras dan garam. Publik bisa menilai ini lips service ataukah big liar?” ungkapnya.
Ia menilai negara wajib mempunyai kedaulatan pangan dan tidak bergantung pada impor. Kalau tidak, menurutnya, suatu negara akan ambruk jika hanya mengandalkan impor pangan.
“Sudah menjadi strategi perang sejak lama bloking aliran pangan ke musuh agar mereka lumpuh. Nah, Indonesia malah sengaja melumpuhkan diri sendiri. Amit-amit. Istighfarlah kita,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it