Oleh : Arim Nasim
Perseteruan antara Menteri Perdagangan dan Kepala Bulog semakin menunjukkan bahwa impor beras itu bukan untuk kepentingan rakyat dan sekaligus membuktikan rezim Jokowi ini terus berbohong.
Padahal dalam Rapat terbatas di istana Bogor, Selasa 31 Juli 2018, Jokowi menyatakan ingin mengevaluasi detail impor barang supaya dapat segera diklasifikasi mana impor yang strategis dan impor yang tidak strategis .
“Kita stop dulu (impor) atau kurangi atau hentikan” (tempo.com, Selasa 31/7/2018). Tapi kenyataannya Impor beras terus dilanjutkan.
Perseteruan tersebut muncul setelah Direktur Utama Perum Bulog mengatakan pasokan beras Bulog saat ini berjumlah 2,4 juta ton. Untuk menyimpan beras, Bulog mesti menggelontorkan Rp 45 miliar untuk menyewa gudang di beberapa daerah demi menyimpan cadangan beras miliknya.
Sementara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan persoalan tersebut bukan urusan pemerintah. Menanggapi hal itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan pada dasarnya ia bingung. Sebab kegiatan yang Bulog lakukan merupakan tugas dari pemerintah.
“Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi itu samakan pendapat, jadi kalau keluhkan fakta gudang saya bahkan menyewa gudang itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, mata mu! Itu kita kan sama-sama negara,” papar dia di Perum Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
Kebijakan Impor beras menteri perdagangan sebelumnya juga pernah diprotes oleh Menteri Pertanian, sebelumnya Menteri Pertanian Amran, menyatakan berupaya untuk bahwa stok beras di pasar maupun Badan Urusan Logistik (Bulog) masih di atas proyeksi kebutuhan. “Sekarang ini, stok kita (Indonesia) aman,” ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai menghadiri Rapat Koordinasi Serap Gabah Petani (Sergap) bersama dengan Tentara Nasional Indonesia dan Badan Urusan Logistik (Bulog) di Kantor Pusat Bulog, Rabu (9/5).
Penolakan Impor beras sebelumnya juga ditolak oleh para pedagang beras, misalnya di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, seorang pedagang beras, Ira (32 tahun) mengaku tidak sepakat jika stok beras Indonesia disebut berada di posisi tidak aman. Menurutnya, tanpa impor sekalipun, stok beras masih lebih dari kebutuhan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Jaja (39), dia mengaku telah mengetahui kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah dari pemberitaan di media. Ia pun kecewa dengan pernyataan Enggar yang meminta impor beras tak diperdebatkan lantaran beras sudah mulai masuk. Ia mengaku curiga dengan kebijakan Kementerian Perdagangan untuk mengimpor beras. Pasalnya, Menteri Pertanian dan Dirut Bulog menyebut stok beras aman dan tak lagi memerlukan impor. “Kalau pejabat sudah beda-beda (pendapat) gitu, gimana kerjanya sebenarnya? Wajar lah kalau kami curiga,” ucap Jaja. (CNN, 26 Mei 2018).
Kalau Bulog menolak impor beras , Menteri pertanian menyatakan cukup sehingga tidak perlu impor beras dan para pedagang juga menolak, lalu impor beras itu untuk kepentingan siapa? Karena itulah impor beras tersebut sejatinya bukan untuk kepentingan rakyat tapi hanya untuk memuaskan keserakahan para mafia rente yang mengambil keuntungan dari impor beras walaupun harus mengorban rakyat khususnya petani bahkan pada akhirnya akan menggadaikan kedaulatan pangan negeri ini.
Impor Beras ini semakin menunjukkan dan memperjelas kebijakan pemerintah yang selama ini memang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Rakyat selalu yang menjadi pihak yang dikorbankan walaupun pemerintah senantiasa berdalih untuk kepentingan rakyat. Sebagaimana kebijakan-kebijakan lainnya seperti penghapusan berbagai Subsidi telah melahirkan orang miskin baru, kebijakan pemerintah mengimpor beras juga akan berdampak semakin terpuruknya kesejahteraan rakyat terutama para petani.
Impor beras di tengah stok yang mencukupi sebenarnya semakin menunjukkan kebobrokan paradigma sistem ekonomi kapitalis dan kebijakan politik sekularis. Ada dua hal yang bisa kita lihat dari peristiwa impor beras ini, yaitu kesalahan menjadikan kelangkaan sebagai problematika ekonomi dan kebijakan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Karena Impor yang mereka lakukan sebenarnya hanya untuk mendapatkan rente, bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat . Ini terbukti walaupun stok beras cukup ternyata masih banyak rakyat yang mati karena kelaparan. Karena itu sudah darurat rezim dan sistem ini harus segera diganti agar rakyat tidak semakin semakin sengsara dan menderita.[]