Mediaumat.info – Berkenaan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang bakal menjadi megaproyek mangkrak, dinilai Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. sebagai bagian dari konsekuensi logis dari sikap ugal-ugalan presiden.
“Hasil ini (potensi mangkrak untuk dilanjutkan sebagai ibu kota) adalah konsekuensi logis dari sikap ugal-ugalan seorang presiden,” ujarnya kepada media-umat.info, Senin (14/10/2024).
Sebelumnya, menurut Riyan, publik tak boleh lupa bahwa IKN tidak ada dalam program presiden ketika kampanye. Ditambah dari awal banyak kejanggalan di tingkat narasi dan konsep, maka di tingkat praktiknya pun bisa dipastikan sangat berpotensi terbengkalai.
Lama tak terdengar, mantan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Bambang Susantono tiba-tiba bicara soal nasib megaproyek IKN yang pernah ditanganinya.
“Saya pribadi melihat, suka enggak suka, mau enggak mau, memang Jakarta masih akan tetap jadi ibu kota. Kemudian secara berangsur mungkin kita lihat kecepatannya seperti apa, Nusantara mungkin akan menjadi kota tertentu,” kata Bambang dalam konferensi pers di Kantor Utusan Khusus Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024).
Namun, pernyataan itu pun dinilai Riyan tak mengejutkan. Pasalnya, jauh sebelum diketok sebagai kebijakan melalui UU IKN, para pakar dari lintas ilmu sudah mengingatkan tentang ketidakurgensian bahkan berbahaya bila proyek ini dipaksakan pengerjaannya.
Lantas terkait opsi menjadi kota tertentu, sebagaimana pula dilontarkan mantan kepala OIKN, menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk IKN tidak akan bisa dipenuhi begitu saja, dan akan sangat tergantung keputusan politik presiden baru.
Karenanya, hal ini makin menegaskan bahwa IKN tidak layak untuk dilanjutkan dan harus dipikirkan alternatif skenario agar tidak mubazir, salah satunya dengan konsep twin cities sebagaimana pengalaman Korea dan Malaysia.
Kritis Korektif
Karenanya pula, umat harus tetap bersuara kritis sekaligus korektif terhadap segala bentuk kezaliman, seperti halnya kebijakan penguasa yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Pun demikian, paling tidak menjadikan rakyat tersenyum bahagia, presiden harus menerima kritik dengan membatalkan kebijakan dimaksud, misalnya.
“Rakyat akan bahagia kalau kebijakan yang zalim dikoreksi berupa pembatalan kebijakan. Sebaliknya rakyat harus tetap bersuara kritis korektif kalau kezaliman diteruskan,” urainya kembali.
Lebih jauh, agar tak ada tempat bagi penguasa zalim, karena memang pada dasarnya kezaliman harus dihilangkan, menjadi perkara yang sangat penting aktivitas amar makruf nahi mungkar dalam hal memastikan penguasa tetap berjalan dan tegak lurus sesuai ketentuan atau justru menabrak batasan syariat Islam.
“Hal yang sangat penting dalam memastikan bahwa penguasa tetap berjalan dan tegak lurus dengan syariah Islam atau tidak,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat