Mediaumat.id – Selain utang akan jauh lebih besar, pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru yang lebih banyak menggunakan dana APBN, disebut juga akan mengurangi anggaran belanja subsidi, bantuan sosial dan belanja modal lainnya.
“Jika IKN ditanggung negara potensi ada dua, utang akan jauh lebih besar lagi dan anggaran untuk belanja subsidi dan bansos, belanja modal selain IKN akan berkurang,” ujar Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada Mediaumat.id, Kamis (27/1/2022).
Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan menggunakan skema kerja sama pemerintah-badan usaha (KPBU) yang akan menyumbang Rp254,4 triliun (54,6%), APBN Rp89,5 triliun (19,2%) dan swasta Rp122,1 triliun (26,2%).
Namun belakangan diralat dengan perubahan persentase yang menurut Ishak sangat fantastis. “Fantastis sekali perubahannya naik menjadi 53,5% (APBN),” ungkapnya.
Dengan demikian, dari rencana anggaran pemerintah mengenai IKN yang menurutnya sangat tidak matang, ia memprediksi proyek yang nilainya mencapai Rp466 triliun tersebut berpotensi macet di tengah pelaksanaannya. “Ini bahaya sekali,” timpalnya.
Ditambah keterlibatan swasta yang awalnya ramai berminat investasi, lantas menarik diri lantaran, ia duga, mereka tidak melihat potensi keuntungan seperti digambarkan di awal rencana.
“Patut diduga keterlibatan swasta yang awalnya ramai berminat investasi tidak melihat potensi keuntungan seperti yang awalnya diperkirakan sehingga terpaksa pemerintah menaikkan porsi APBN,” terangnya.
Hal itu terlihat semisal, kata Ishak, Perusahaan Jepang Softbank Group Corp sudah menawarkan investasi hingga US100 milliar untuk menutupi kebutuhan pembangunan IKN, tetapi kemudian kabarnya tidak jadi.
Begitu juga dengan rencana Menteri Keuangan yang akan menggunakan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp178 triliun yang hanya dalam beberapa hari disanggah oleh Menteri Koordinator Perekonomian, menunjukkan ketidakmatangan sebuah rencana strategis pemerintah.
“Ini berarti internal pemerintah sendiri belum solid mengenai rencana pembiayaan IKN,” tuturnya.
Bahkan terkait rencana penggunaan porsi APBN yang sangat besar tersebut, menurut Ishak, juga sangat tidak relevan di tengah situasi pandemi saat ini. “Pemindahan ibu kota bukan hal yang mendesak tapi lebih pada ambisi politik rezim dan kroninya,” tegasnya.
Apalagi ia melihat targetnya yang harus sudah selesai di tahun 2024, yang rencananya di saat bersamaan, pemerintah akan melakukan upacara kemerdekaan di IKN baru.
“Akibatnya untuk mencapai itu, pembangunan dikebut dengan dana APBN. Sebab swasta belum menunjukkan ketertarikan,” kritiknya dengan kembali menegaskan bahwa pendapatan negara selama ini masih sangat rendah dibandingkan pengeluarannya yang jauh lebih besar.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar pemerintah menghentikan rencana yang menurutnya ambisius itu. “Lebih baik pemerintah mengalokasi dana yang lebih besar untuk mengatasi infrastruktur publik yang sangat dibutuhkan rakyat,” pungkasnya mengutip data Kementerian PUPR yang menyebutkan dari 2 juta km jalan kabupaten, 40 persennya rusak ringan dan berat.[] Zainul Krian