IJM: UU IKN Bermasalah Secara Formil dan Materiil
Mediaumat.id – Dr. Muh. Sjaiful, SH, MH. dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menyebut Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) bermasalah secara formil dan materiil.
“Jelas, Undang-Undang IKN ini, itu tentu ada persoalan, baik itu secara materiil maupun secara formil,” ujarnya dalam acara Kabar Petang: Ada Otoritarianisme Penguasa dalam Proyek IKN? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (8/2/2022).
Menurut Sjaiful, dari sudut pandang formil UU IKN ini bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundangan. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa dalam suatu pembentukan UU harus melibatkan uji publik atau harus melibatkan masyarakat. “Tapi UU IKN ini tidak melalui uji publik,” tegasnya.
“Ini dari segi formil jelas sangat bertentangan, karena UU IKN ini itu langsung diketok palu tanpa ada uji publik dulu,” beber Sjaiful.
Sedangkan dari sudut pandang materiil, Sjaiful menilai, substansi UU ini sudah jelas. Ia melihat ada tiga masalah akibat implikasi atau dampak dari penerapan UU IKN yang jadi dasar dipindahkannya ibu kota ini.
Pertama, akan berdampak serius terhadap lingkungan. Mengutip catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Sjaiful mengatakan, Kaltim tidak siap secara lingkungan.
Kedua, berpotensi menimbulkan konflik lahan. Menurut Sjaiful, ketika perpindahan ibu kota, maka para pemilik modal akan berbondong-bondong menguasai lahan-lahan strategis yang dimiliki oleh masyarakat adat. Sehingga rawan menimbulkan konflik sosial.
Ketiga, UU IKN ini hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi para oligarki. Di antaranya adalah orang-orang tertentu yang mempunyai kepentingan atas tambang di sana dan yang mempunyai kepentingan lahan di sana. Dan itu sangat minus bagi masyarakat di sana.
Sjaiful melihat, manfaat pindah ibu kota ini jangankan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia, untuk kesejahteraan masyarakat di Kaltim pun mungkin tidak bisa terakomodir.
Terakhir Sjaiful menyebut, UU IKN ini jelas menjadi bukti terjadinya otoritarianisme baru. Sebab lahirnya UU ini dipaksakan oleh para elite politik. “Yang dipaksakan itu di belakangnya ada oligarki, itu saya kira,” pungkasnya.[] Agung Sumartono