Mediaumat.info – Terkait wacana atau pernyataan yang menyebut pemerintah bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 17 Agustus 2024, Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan selama sistem tidak diubah sangat besar peluang harga BBM akan tetap naik.
“Dengan berbagai model, modus, sangat besar (peluang) harga BBM akan tetap naik selama sistem di negeri ini tak diubah,” ujarnya dalam video 17 Agustus, 1 September BBM Naik?!?! di akun Tik Tok pribadinya @agung.wisnuwardana, Sabtu (20/7/2024).
Adalah Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang sebelumnya menyampaikan pemerintah bakal membatasi pembelian BBM subsidi mulai 17 Agustus 2024. Alasannya, sebagai upaya mendorong penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran, serta dapat menghemat anggaran negara.
Tetapi, pernyataan ini dibantah oleh Presiden Jokowi dengan mengatakan belum ada pemikiran dan rapat soal itu. Sementara, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengoreksi, bahwa tidak ada pembatasan tetapi penurunan kadar sulfur total BBM dimulai dari solar sebelum diperluas ke bensin.
Tak ayal, di sela tayangan video Agung pun menilai parah sistem komunikasi publik antar pejabat yang saling bantah tersebut.
“Waduh ini parah banget menurut saya,” lontarnya, di tengah pemerintahan saat ini yang ternyata sudah tujuh kali terjadi penaikan harga BBM bersubsidi.
Lantaran itu, dari wacana penggantian BBM dengan menurunkan kadar sulfur tersebut, Agung pun teringat cara pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dahulu, yakni dengan meluncurkan produk baru jenis pertalite. Dan secara bertahap melakukan penarikan BBM jenis premium dari peredaran.
“Modus ini, menurut saya,” lontarnya.
Terlepas itu pula, kembali Agung menilai, pembatasan maupun penaikan harga BBM bersubsidi sebagai bentuk liberalisasi hilir migas di Indonesia sebagai langkah penyempurna liberalisasi migas di sektor hulu.
“Liberalisasi ini menyempurnakan liberalisasi di sektor hulu migas,” tandasnya.
Tata Ulang Kelola Migas
Karenanya, menurut Agung, persoalan sistemik ini mengharuskan adanya penataan ulang sistem energi di negeri ini termasuk pengelolaan migas di dalamnya. Dan yang paling mendesak adalah menghentikan liberalisasi baik hulu maupun hilir pengelolaan migas.
“Hal yang urgen adalah stop liberalisasi dari hulu sampai hilir,” cetusnya.
Maka terkait itu, ada beberapa hal yang menurutnya penting. Pertama, kategorisasi energi termasuk migas menjadi benar-benar milik umum/rakyat secara keseluruhan baik Muslim maupun non-Muslim.
Sehingga, haram hukumnya menyerahkan kepada swasta baik dalam negeri maupun asing, seperti tata kelola yang secara pola bisa dilihat saat ini.
Kedua, menerapkan prinsip kemandirian energi melalui optimalisasi cekungan hidrokarbon yang melimpah maupun energi baru terbarukan di seluruh wilayah kerja Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2021, Indonesia memiliki 128 cekungan migas, 20 diantaranya sudah berproduksi, 27 telah ditemukan namun belum berproduksi, 13 belum ditemukan dan 68 belum dilakukan pemboran.
Data tersebut menunjukan bahwa dari 128 cekungan hidrokarbon yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, hanya 20 cekungan hidrokarbon di Indonesia yang berhasil diproduksi secara ekonomis.
Ketiga, memperbanyak serta mengoptimalisasi kilang secara mandiri tak bergantung pada asing.
Keempat, melakukan distribusi melalui pendekatan non-bisnis tetapi berprinsip pelayanan publik sehingga harus mendesain harga energi menjadi semurah mungkin berbasis biaya produksi untuk seluruh rakyat.
“Bukan malah menjadikan standar (harga) minyak dunia sebagai patokan,” cetusnya, berharap dihentikan juga sistem perdagangan berjangka yang menjadi salah satu faktor penaikan harga minyak.
Kelima, menjaga keseimbangan produksi energi fosil dengan lingkungan sekitar agar tidak muncul kemudharatan, dan mengarah pada keberlanjutan untuk generasi berikutnya.
Keenam, untuk menunjang kelima poin sebelumnya maka pengelolaan APBN harus berbasis syariah Islam berikut upaya menghindari pengambilan utang dan pajak.
“Ini penting,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat