Mediaumat.id- Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengomentari bahwasanya kontestasi pemilu dan pilpres hanya bisa mengubah orangnya, tidak akan sampai pada perubahan sistem.
“Konstitusional formal itu lewat pemilu tentunya pemilu, pilpres, dan sebagainya, tapi saya meyakini ruang pilpres itu enggak sampai bisa mengubah sistem, tapi hanya mengubah orang, kita banyak punya pengalaman panjang buat umat Islam,” ujarnya dalam acara Perspektif: Menag Yaqut, Agama sebagai Alat Politik, Gak Bahaya Ta??!! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (5/9/23).
Agung mengambil contoh pada zaman Soeharto. Soeharto antikomunis dan representatif umat Islam, namun baru memerintah sebentar Soeharto sudah represif pada umat Islam dan tidak ada ruang umat Islam bahkan untuk menyuarakan pikiran-pikiran umat Islam.
“Jadi, kita hanya akan mengubah orang paling mentok hanya mengubah beberapa mekanisme-mekanisme tertentu,” tuturnya.
Ia kepikiran untuk memakai ruang konstitusional nonformal, karena telah diakui, misalnya ia mengambil contoh perubahan tahun 1965 ke 1966 (masa transisi ke Orde Baru) dan 1998 (masa transisi ke Orde Reformasi) yang artinya bisa dioptimalisasi.
Sedangkan perubahan yang ia inginkan adalah perubahan transisi ke sistem politik Islam, karena Islam memiliki gagasan tentang cara penyelesaian persoalan di negeri ini.
“Islam itu punya gagasan tentang pertalite, tentang migas gitu yang itu ada dalam sistem Islam yang hari ini nggak pernah diperbincangkan, bagaimana pembahasan Migas dalam pandangan Islam, bagaimana pembahasan tambang dalam pandangan Islam, itu tidak pernah diberikan ruang untuk diskusi itu contoh saja,” ucapnya.
Ia menyatakan, capres-capres yang ada ini tidak bisa menjadi ruang aspirasi terkait persoalan di negeri ini. Misalnya, terkait BBM (bahan bakar minyak) jika dikembalikan kepada nasionalisasi bisa namun di dalam ruang geopilitik tidak bisa karena harga minyak dunia itu penentu segalanya.
“Sementara harga minyak dunia ditentukan oleh dua hal paling besar ini komoditas pasar berjangka sektor nonreal. Nih jualan kertas, nih ya, cuman kertas. Yang kedua, US dollar, fiat money, kalau ini tidak diselesaikan, harga minyak dunia itu akan selalu di atas 50 US Dollar terbaru 80 US Dollar, karena apa ini gorengan luar biasa kalau kita pengen mengalahkan itu semua maka kekuatan geopolitik harus ada pada kekuasaan kita,” tegasnya.
Ia menyakini, ruang demokrasi oligarkis seperti hari ini belum bisa menjawab expectative (penuh harap) umat Islam dalam perspektif sistem Islam yang solutif.
“Apakah semangat Islam dan politik Islam dan negara Islam itu akan berhenti pada preferensi orang itu pertanyaannya, apakah akan berhenti pada preferensi orang, kalau kita bicara Islam dan politik maka preferensinya bukan orang tentunya tapi sistem Islamnya itu sendiri,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi