Mediaumat.info – Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardhana menyatakan sistem keuangan kapitalisme yang bersandar pada riba dan pajak membuat negara tidak mampu mengurusi rakyat.
“Sistem keuangan kapitalisme yang bersandar pada riba dan pajak membuat negara tidak mampu berkutik karena beban utang yang terus berbunga yang pada akhirnya utang bengkak dan negara bingung untuk mengurusi rakyat,” ujarnya pada video Bansos Jadi Alat Politik? di kanal YouTube Justice Monitor, Rabu (10/01/2024).
Walhasil, jelasnya, program bantuan sosial (bansos) yang merupakan hak rakyat sebagai perlindungan sosial di saat harga kebutuhan merangkak naik, disinyalir tidak akan bisa membantu seterusnya karena problem pokok penyebab kemiskinan yaitu penerapan kapitalisme yang bersandar pada riba dan pajak masih tidak terselesaikan.
Selain itu, terangnya, meskipun anggaran Bansos atau perlindungan sosial terkucur hingga Rp443,4 triliun sepanjang 2023, namun belum tentu dampaknya langsung menurunkan angka kemiskinan.
“Karena masalahnya bukan dari jumlah anggaran yang diberikan, melainkan berasal dari paradigma program yang dibuat dan juga penyalurannya,” jelasnya.
Polemik bansos ini, lanjut Agung, sebenarnya terletak pada kesalahan pengurusan APBN. Negara mengelola APBN dengan mengandalkan pemasukan dari pajak dan utang. Di sisi yang lain sumber daya alam yang melimpah justru banyak dikelola oleh swasta dengan undang-undang yang dibuat pemerintah.
“Sehingga yang untung besar adalah pengelolanya yaitu swasta, baik dalam negeri maupun asing,” ungkapnya.
Karena itu, beber Agung, negara yang mengandalkan pajak dari rakyat, yang juga mengharuskan rakyat untuk membayar bunga utang tiap tahun dengan jumlah yang tidak sedikit.
Menurut Agung, belum lagi pengeluaran lainnya seperti membangun kereta cepat, membangun IKN, menjadi tuan rumah lomba olahraga internasional dan lain-lain, akhirnya membuat APBN pun gembos.
“Artinya, dengan model pengelolaan APBN saat ini, pemerintah tidak akan bisa menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi,” tegasnya.
Dari sini, Agung menilai, kapitalisme yang membebaskan kepemilikan individu mengakibatkan sumber daya alam akhirnya boleh diprivatisasi. Sedangkan negara, hanya mendapatkan secuil hasil pengelolaan sumber daya alam.
“Sisanya dikelola, dimanfaatkan dan dijual oleh swasta demi keuntungan pribadi,” jelasnya.
Lebih parah lagi, tambah Agung, eksploitasi sumber daya alam tersebut, tanda petik legal secara undang-undang. Artinya negara Ikut andil dalam masalah ini. Sehingga negara bisa dengan mudah mengatur pengelolaan sumber daya alam ke tangan swasta karena pemegang kekuasaannya sudah dibeli oleh para oligarki.
“Ini adalah problem luar biasa dari sistem yang disebut sebagai demokrasi yang berkelindan dengan kapitalisme,” pungkasnya. [] Langgeng Hidayat