Mediaumat.id – Pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengajak masyarakat Indonesia agar tidak mengandalkan beras sebagai bahan pokok, menurut Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengonfirmasi dari berbagai aspek memang serasa rezim negeri ini gagal untuk mewujudkan ketahanan pangan.
“Dari berbagai aspek memang serasa rezim negeri ini gagal untuk mewujudkan ketahanan pangan,” ujarnya dalam video Mendagri Tito Ajak Masyarakat Tinggalkan Makan Beras: Sumber Diabetes, Anda Setuju? di kanal YouTube Justice Monitor, Sabtu (7/10/2023).
Menurutnya, meroketnya harga beras membuat warga di sejumlah daerah mencampur dengan singkong untuk menyiasati makan sehari-hari. Bukan hanya beras sejumlah harga kebutuhan pokok lain seperti gula, telur, daging ayam juga naik.
“Para petani juga makin kesusahan karena sudah tidak ada lagi subsidi pupuk. Krisis ekonomi ini makin terasa dengan banyaknya keluhan para pedagang akan sepinya pembeli,” bebernya.
Agung menilai, derita umat hari ini adalah hasil kebatilan sistem kapitalisme yang diterapkan penguasa. Negara hanya berperan sebagai regulator, negara tidak turut mengatur dan menjamin kehidupan warga.
Rakyat, lanjutnya, dibiarkan berjuang sendiri dengan berprinsip survival of the fittest (sintasan yang paling layak), siapa yang kuat, dia yang akan bertahan akibatnya kemiskinan dan penderitaan semakin meruyak.
“Kesenjangan sosial semakin lebar menganga ada 1% orang Indonesia yang jumlah kekayaannya sama dengan 46,6% total kekayaan seluruh penduduk Indonesia. Bagian terpenting dalam jaminan kebutuhan hidup adalah peran negara,” sambungnya.
Agung mengungkapkan, para ulama bersepakat bahwa kehadiran negara salah satunya adalah untuk mengatur urusan umat.
Menurut Agung, Imam al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam as-Sulthaniyyah menyebutkan bahwa tujuan adanya khilafah adalah untuk menjaga kepentingan agama dan pengaturan dunia.
Ia menyitir sabda Baginda Nabi Muhammad SAW: “Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan dia bertanggung jawab terhadap gembalaannya” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
“Ungkapan saudara Mendagri ini keluar konteks karena negeri ini sebenarnya kaya raya, makmur tumbuhan apa pun bisa tumbuh di negeri ini subur, cuman memang karena tata kelolanya yang kapitalistik sehingga tidak optimal untuk meningkatkan sumber daya yang dimiliki,” simpulnya memungkasi.[] Muhammad Nur