Mediaumat.info – Direktur Indonesian Justice Monitor Agung Wisnuwardana menyampaikan, di era teknologi yang semakin maju seperti saat ini perang menjadi bagian dari bisnis.
“Bagaimanapun juga, terima atau tidak terima, perang adalah bagian dari bisnis,” ujarnya dalam video Perusahaan Teknologi Barat Rahasiakan Kejahatan Besar? di kanal YouTube Justice Monitor, Senin (22/4/2024).
Indikasinya, sebagaimana Agung kutip dari pinterpolitik.com, kepentingan suatu perusahaan raksasa seperti Apple dan Starlink, berikut perkembangan teknologi yang menakjubkan, semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik.
Sebutlah kehadiran Sora, model kecerdasan buatan (AI/artificial intelligece), yang mampu mengubah perintah teks menjadi video. Bahkan, seperti diketahui bersama, kualitasnya tak jauh beda dengan film-film buatan manusia.
Pun demikian kabar bahwa CEO SpaceX Elon Musk, juga berhasil menanam dan mengoperasikan semacam sirkuit elektronik (chip) di otak manusia untuk membantu keseharian orang yang menderita lumpuh.
Artinya, meski memantik kekaguman publik, perkembangan teknologi yang luar biasa ini dibayang-bayangi oleh sisi gelap mereka yang seakan bersembunyi di balik berita-berita positif.
“Selain berhasil memincut kekaguman orang dengan chip otak neuralink, Elon Musk belakangan juga terendus telah menjalani kontak militer dengan pihak pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui sebuah program yang disebut sebagai Starshield,” urai Agung.
Ditambah, program ini bertujuan menciptakan ratusan satelit mata-mata yang akan digunakan untuk memantau seluruh target pemerintah AS di seluruh dunia.
Di saat yang sama, perusahaan teknologi multinasional lainnya, seperti Apple Inc. pun tak ketinggalan berkiprah dalam sisi gelap perusahaan teknologi ini.
Menurut laporan dari The Verge, terang Agung, Apple diketahui telah menjalin kontrak militer dengan Angkatan Udara (AU) AS terkait pengaplikasian produk terbaru mereka yang bernama Apple Vision Pro, sebuah gawai augmented reality (AR) yang membolehkan penggunanya mengoperasikan aplikasi digital hanya dengan menggunakan alat yang menyerupai kacamata.
Tak ayal, sebagaimana ungkapan ‘perang adalah bagian dari bisnis, dan dari beberapa informasi tentang kiprah perusahaan-perusahaan teknologi AI sebelumnya, kemunculan pertanyaan seputar kuat tidaknya daya perusahaan dalam melakukan tawaran terhadap perpolitikan di masa depan, menjadi hal yang relevan.
Maknanya, ke depan ada kepentingan besar ekonomi perusahaan-perusahaan teknologi tersebut yang bakal menjadi motor penggerak kontrak-kontrak militer dengan banyak negara.
“Hanya ada satu agenda yang hampir bisa dipastikan menjadi motor penggerak kontrak-kontrak militernya, apalagi kalau bukan kepentingan ekonomi,” tandasnya.
Bahayanya, lanjut Agung, kemunculan perang-perang lain di masa depan adalah sebuah kebenaran.
Pasalnya, dalam perang-perang yang terjadi saat ini saja, perusahaan yang berkekuatan AI seperti Google maupun Starlink, diketahui mendapatkan keuntungan besar dari kontrak-kontrak militer mereka dengan pemerintah.
“Perang Ukraina Rusia dan krisis Gaza dirasa bisa menjadi beberapa contohnya,” pungkas Agung. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat