Mediaumat.info – Terkait wacana Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKBN) Bahlil Lahadalia yang akan memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan atau organisasi keagamaan tertentu melalui revisi peraturan pemerintah No. 96 tahun 2021, Direktur Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengingatkan pemberian izin penambangan jangan sampai gegabah.
“Pemberian izin penambangan seharusnya jangan sampai gegabah,” ujar Direktur Justice Monitor Agung Wisnuwardana dalam video Ormas yang Akan diberikan IUP NU, Muhammadiyah, Hingga Organisasi Kristen, Katholik, Hindu, Budha? di kanal YouTube Justice Monitor, Rabu (8/5/2024).
Alasannya, kegiatan penambangan adalah usaha spesifik yang membutuhkan modal besar dan pelakunya memiliki keandalan dan keahlian kompetensi khusus di bidang penambangan.
“Jika diberikan pada ormas sebagaimana diwacanakan, tentu wajar jika publik mengkritiknya,” jelasnya.
Apalagi, tuturnya, dikaitkan dengan bagi-bagi hasil pemilu, yang di satu sisi iklim usaha di negeri ini yang masih berlakunya suap menyuap, menjadikan IUP untuk ormas akan menjadikan negara kehilangan pemasukannya.
“Adapun ribuan IUP yang dicabut, dikhawatirkan banyak pihak akan menjadi komoditas yang dijualbelikan oleh pejabat untuk kepentingan golongannya saja, bahkan untuk kepentingan oligarki agar tetap di tampuk kekuasaanya,” bebernya.
Seharusnya, lanjut Agung, persoalan tata kelola penambangan dikembalikan atau dikelola oleh negara.
“Tata kelola penambangan yang dikembalikan kepada persoalan kepemilikan individu di dalam sistem demokrasi liberalisme menjadikan tolak ukurnya pada pemiliknya, yang artinya siapa pun berhak memiliki apa pun gitu, bahkan warga asing ataupun korporasi asing pun berhak memiliki dan mengelola barang tambang ini,” tegasnya.
Islam
Agung menyatakan, dalam pandangan Islam, pertambangan yang melimpah seperti air mengalir termasuk ke dalam kepemilikan umum.
“Sehingga tentu secara hukum Islam haram hukumnya diserahkan pada individu dan tentu negara harusnya mengelola dan hasilnya untuk menjadi milik rakyat, artinya pengelolaan barang tambang tidak boleh dilakukan pada swasta,” tegasnya.
Jadi di dalam Islam, lanjutnya, pertambangan dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat atau umat, baik dalam bentuk barang tambang jadi atau langsung dikonsumsi maupun dalam bentuk lain.
“Seperti fasilitas hidup, bisa pembagian rumah sakit, gedung-gedung kesehatan, termasuk gedung-gedung pendidikan, misalnya,” ungkapnya.
Walhasil, lanjutnya, aturan inilah yang menjadikan tata kelola pertambangan yang berkeadilan dan menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan.
“Jika barang tambang yang dibutuhkan semua orang itu menjadi betul-betul milik semua orang, dikelola oleh negara hasiknya ajan dirasakan oleh rakyat secara keseluruhan, berbeda dengan pengelolaan di tangan swasta yang hanya bisa dinikmati hanya segelintir orang apalagi pengelolaannya buruk,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat