IJM: Mestinya Kasat Narkoba Karawang Dihukum Berkali-kali Lipat

Mediaumat.id – Kasat Narkoba Polres Karawang, Jawa Barat, AKP Edi Nurdin Massa (ENM) yang ditangkap Bareskrim Polri karena diduga mengantarkan 2 ribu pil ekstasi ke salah satu tempat hiburan malam di Bandung, Jawa Barat, mestinya dihukum berkali-kali lipat.

“Orang seperti ini kalau masih ada hukum di negeri ini, ini mestinya dihukum berkali-kali lipat,” tutur Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Selasa (16/8/2022).

Karena, lanjut Erwin, orang yang harusnya berada pada garda paling depan, yang seharusnya dia menjadi ujung tombak pemberantasan narkoba justru kemudian menjadi bandar. Ini kalau ibarat pagar, ini pagar makan tanaman. “Dia yang kita harapkan bisa menjaga, justru kemudian dia yang mencelakakan kita,” tegasnya.

Menurutnya, seharusnya hukuman terhadap orang-orang seperti ini enggak sama dengan pelaku kriminal yang lain atau dengan bandar narkoba yang lain tetapi harus lebih berat. Karena statusnya dia adalah aparat negara, aparat kepolisian yang harusnya bertugas memberantas narkoba. “Pertama, dia telah melakukan tindak kriminalitas, yang kedua, terkait dengan profesinya dia yang harus dia jaga,” ujarnya.

Ngeri Sekali

Menurut Erwin, keterlibatan aparat cukup meruyak di institusi kepolisian berkaitan dengan narkoba. “Walaupun jelas institusi kepolisian itu adalah institusi negara yang bertujuan untuk menjaga keamanan masyarakat, fungsinya melayani masyarakat, itu sama sekali enggak ada. Justru kemudian informasi-informasi yang beredar itu mulai dari anggota kepolisian yang jadi pemakai. Ada tempo hari itu, ibu yang di Bandung, Kapolsek Astanaanyar yang prestasinya bagus, ternyata pemakai narkoba. Dan itu banyak di institusi kepolisian,” bebernya.

Dan yang paling membuka mata publik, katanya, ada satu kasus yaitu Freddy Budiman. Freddy Budiman itu bandar besar narkoba. Dia itu jaringan luar negeri. Pengakuannya sendiri menyebut dia itu jaringan Cina. Dia sudah pernah ke Cina, pernah melihat pabrik pembuatan narkoba di Cina, dan dia agen besar di Indonesia, kemudian tertangkap dan akhirnya dihukum mati.

“Kita tahu sejarahnya, dia sebelum dihukum mati itu, dia sempat bertobat dulu. Tapi dalam pengakuan yang dia buat, bagaimana dia pernah membawa mobil jenderal bintang 2 bersama dengan jendralnya bintang 2 itu dari Medan ke Jakarta. Jadi dia nyetir, Disampingnya ada jendral bintang 2. Di belakang mobilnya itu penuh dengan narkoba isinya semobil itu,” bebernya.

“Ya kalau di sampingnya ada jendral siapa yang berani lawan? Enggak ada orang yang berani tangkap. Bagaimana dia membuat pengakuan selama 2 tahun menjadi bandar itu, dia pernah setoran Rp450 miliar ke BNN, dia juga pernah setor Rp90 miliar ke kepolisian. Artinya, ini ada dana besar di balik perputaran itu, dan aparat nggak berdaya menghadapi dana yang besar itu. Silau matanya akhirnya cenderung untuk tutup mata,” tambahnya.

Ia melihat, kalau ada kasus narkoba, yang ditangkap itu adalah pengedar, terus kemudian kurir. “Mana ada bandar narkoba? Apa sulitnya bagi polisi untuk menangkap bandar narkoba itu, enggak akan sulit kok. Sebentar aja juga ketemu, kalau polisi mau, enggak akan sulit menangkap bandar besar narkoba itu. Pernah enggak kita mendengar bandar besar narkoba itu ditangkap? Freddy Budiman mengatakan ada bandar yang lebih besar darinya menurut pengakuan dia, dan dia katakan itu. Dia menulis itu. Loh kenapa kok tidak diselidiki dari sana?” ungkapnya.

Menurutnya, itu bisa membuka kotak pandora peredaran narkoba di Indonesia. “Tapi tidak ada follow up setelah pengakuan Freddy Budiman itu, kita perhatikan,” bebernya.

“Mestinya dengan informasi-informasi itu, menjadi modal berharga untuk memberantas narkoba di Indonesia jika itu memang serius. Jadi, kita perhatikan memang enggak serius. Ngeri sekali,” tandasnya.

Materialistik

Erwin menjelaskan, maraknya polisi jadi backing dan pengedar narkoba karena ekosistem kehidupan yang materialistik.

“Di sana ada peredaran duit yang besar. Orang jadi polisi nyari apa sih? Kenapa bercita-cita menjadi polisi? Ternyata, memang dekat dengan lahan-lahan basah. Apa lahan yang paling basah? Ya, peredaran narkoba, judi, togel, itu, kan lahan basah itu. Nah, itu kemudian dijadikan sebagai ATM. Dibekingin, dilindungi. Ada yang ditangkap kalau nggak setoran. Itu sudah menjadi pemahaman umum di tengah-tengah masyarakat kita, bahwa ada main mata antara pelaku narkoba dengan aparat. Ada main mata karena ada duit yang besar. Kenapa aparat muda silau dengan duit yang begitu besar? Karena berangkat dari ekosistem kehidupan kita hari ini yang sekuler, kapitalistik, materialistik. Kehidupan orang itu, tolok ukur seseorang itu dikatakan wah, eksistensi seseorang itu mungkin dia merasa kagum itu adalah seberapa jauh dia berhasil mencapai capaian-capaian materinya dia. Semakin capaian materinya itu tinggi besar maka semakin dianggap sukses,” terangnya.

Jadi berangkat dari ekosistem kehidupan yang dibangun di atas dasar sekuler, kapitalistik, materialistik, kata Erwin, sehingga orang silau terhadap harta, terhadap materi, tanpa memedulikan dampak-dampak dan cara mendapatkannya. “Cara mendapatkannya haram, dampak yang ditimbulkannya pun itu enggak sedikit,” tegasnya.

“Bagaimana generasi muda rusak, bangsa menjadi lemah akibat peredaran narkoba yang begitu masif di suatu negara tertentu,” imbuhnya.

Erwin menilai, ekosistem kehidupan saat inilah yang membuat orang itu saling berpacu dan terpicu untuk mencari dan mengumpulkan duit sebanyak-banyaknya karena tolok ukur kehidupannya itu adalah materialistik. “Itulah yang menjadi dasar paradigma peradaban yang hari ini ada,” katanya.

Jadi, lanjutnya, kalau ingin mengubah paradigma ini harus mencampakkannya. “Maka masyarakatnya akan menjadi bersih kembali, misalnya ganti dengan Islam. Mewujudkan kehidupan Islam, maka mereka bukan berpacu-pacu mencari materi, justru mereka berpacu-pacu mencari surga, berpacu-pacu dalam berbuat kebaikan, berpacu-pacu menyisihkan sumber-sumber pendapatan yang halal dan menjauhkan yang haram. Dampaknya membawa kebaikan bagi kehidupan. Kehidupan yang tertib, bangsa yang kuat, karena jauh dari narkoba. Negara yang kuat karena jauh dari narkoba,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: