Mediaumat.id – Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menganggarkan dana senilai Rp966 juta untuk mobil listrik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinilai Luthfi Affandi dari Indonesia Justice Monitor (IJM) merupakan kebijakan yang tidak rasional.
“Jadi ini kebijakan yang menurut saya tidak rasional di tengah kondisi masyarakat yang seperti ini, dan di tengah anggaran yang selalu utang, ketika defisit anggaran,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: Anggaran Mobil Dinas Hampir 1 M, Pejabat Dimanjakan? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (17/5/2023).
Kebijakan tersebut juga menurut Luthfi merupakan kebijakan yang memboroskan anggaran negara serta memperlebar jurang antara orang kaya (pejabat) dengan rakyat (miskin).
Jika ditelisik lebih dalam, Luthfi memandang kebijakan mobil listrik tersebut bukan hanya menguntungkan pejabat, namun juga menguntungkan para oligarki yang ada di sekitar Presiden Jokowi.
“Jadi pemerintah itu memberikan subsidi yang sangat besar bagi pengusaha-pengusaha mobil listrik,” ungkapnya.
“Menurut data dari kementerian perindustrian besaran subsidi motor listrik 2023 itu sekira 1,4 triliun. Kemudian 2024 jadi 4,2 triliun. Belum lagi misalnya subsidi untuk mobil listrik tahun 2023 itu sebesar 1,6 triliun dan akan meningkat 2024 menjadi 4,9 triliun. Siapa yang diuntungkan? Oligarki,” tegasnya.
Padahal, seharusnya pemerintah hari ini fokus dan serius mengurusi urusan masyarakat. Banyak rakyat Indonesia yang pengangguran dan masih dalam kemiskinan.
“Mestinya serius untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat, berikan subsidi yang tepat bagi masyarakat, untuk petani, nelayan, bukan untuk para konglomerat. Yang terjadi sebaliknya,” beber Luthfi.
Mengurangi Pemanasan Global
Di antara alasan menganggarkan dana sebesar itu untuk mobil listrik adalah untuk mengurangi pemanasan global. Tapi, Luthfi menilai jika transisi ke kendaraan listrik itu tidak diikuti dengan perubahan sistem energi, maka langkah tersebut hanya menjadi pemindahan emisi saja.
“Faktanya hampir 90 persen listrik Indonesia itu masih menggunakan energi fosil,” jelasnya.
Kecuali, jika menggunakan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan seperti nuklir misalnya, maka akan berhasil mengurangi pemanasan global.
Karena itu, Luthfi memandang, kebijakan tersebut wajib dibatalkan. “Ini wajib dibatalkan,” pungkasnya.[] Ade Sunandar