Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana menilai, hampir semua menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju saat ini tidak memiliki kapabilitas layak.
“Kalau saya perhatikan sekarang ini justru enggak ada menteri yang memiliki kapabilitas yang layak, nyaris itu semua menteri,” lugasnya kepada Mediaumat.id, Jumat (26/8/2022).
Bukanlah tanpa sebab ia mengemukakan pendapat seperti itu. Sebutlah sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang telah meminta masyarakat untuk tidak meributkan harga telur ayam yang sudah meroket di atas Rp30.000 per kilogram (kg) di sejumlah daerah.
Padahal menurut Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN), harga telur ayam ras yang sudah di atas Rp30.000 per kg itu, adalah rekor tertinggi sepanjang sejarah republik ini berdiri.
Namun sambung Erwin, Mendag justru menunjukkan ketidakpedulian terhadap kondisi masyarakat yang secara luas terdampak.
“Dia (Mendag) tidak peduli dengan kondisi riil yang sedang dihadapi oleh masyarakat, padahal beban hidup masyarakat saat ini sudah berat akibat kenaikan BBM tempo hari, pajak juga meningkat, terus kemudian (tarif) tol meningkat, yang itu juga sudah meningkatkan inflasi,” bebernya.
Kata Erwin, komoditas telur ayam menjadi salah satu sumber protein masyarakat Indonesia dengan harga yang seharusnya terjangkau yang, bisa masuk ke mana-mana. “Dia masuk ke masyarakat bawah, masyarakat atas,” selanya.
Maka ketika terjadi kenaikan harga, pastinya emak-emak akan menjerit.
Tetapi karena memang tidak memiliki empati, tidak paham dengan kondisi kehidupan masyarakat bawah, atau bahkan tak memiliki kepekaan terhadap kondisi krisis yang notabene memberatkan, akhirnya bersikap masa bodoh.
“Masa bodoh dengan kondisi masyarakat di bawah,” ujarnya.
Tergantung
Lantas, terkait dengan kurangnya kapabilitas di tingkat person menteri, lanjut Erwin, tergantung pula siapa dan bagaimana pemimpinnya.
“Kalau pemimpinnya memang menunjukkan kecakapan maka menterinya pasti juga akan berlomba-lomba untuk menunjukkan kecakapan,” terangnya.
Maka sosok presiden berikut kapasitas yang menempel pada dirinya, tidak boleh asal pilih dalam menentukan pembantunya. “Sekarang kapasitas presidennya begitu. Ya menterinya ya begitu,” timpalnya.
Seperti halnya Zulkifli Hasan, menteri yang berasal dari partai politik, kata Erwin, adalah seorang politisi yang telah mempolitisasi jabatannya saat ini.
Tengoklah ketika dirinya mengampanyekan putrinya di dalam kegiatan program pasar murah minyak goreng gratis pada Sabtu (9/7/2022) di Kecamatan Telukbetung Timur, Bandar Lampung.
Ia mengajak masyarakat untuk memilih putrinya, Futri Zulya Savitri, yang bakalan maju menjadi calon anggota DPR dari daerah pemilihan Lampung I di pemilu yang akan datang.
Maknanya, heran Erwin, seorang menteri perdagangan telah memberikan akses pada orang-orang di lingkungan partai politiknya sehingga organisasi yang mengoordinasikan calon untuk bersaing dalam pemilihan umum tempat ia bernaung tetap subur.
Tak hanya Mendag yang ketika harga telur naik, masyarakat disuruh diam. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, misalnya, pun demikian. Bukannya bertambah luas, beber Erwin, yang terjadi justru hutan makin berkurang sebab kebakaran yang meluas.
Mungkin paling fenomenal adalah Sri Mulyani yang dinobatkan sebagai menteri terbaik di Asia Timur dan Pasifik tahun 2018 dan 2020 oleh majalah Global Markets. Tetapi sayangnya, ungkap Erwin, utang Indonesia yang semakin menumpuk saat ini justru terjadi dari tangannya.
“Menteri keuangan ‘terbalik’ yang ada itu,” sebutnya, berkenaan dengan kinerja yang semestinya memperbaiki kondisi keuangan negara, tetapi malahan menambah jumlah utang yang ujung-ujungnya menjadi beban masyarakat dan berdampak secara luas.
Akar Masalah
“Akar masalah yang paling mendasar itu pastinya adalah karena orang-orang ini berjalan di atas sistem sekuler-kapitalis-demokrasi,” urainya.
Seperti dipahami, paradigma politiknya bukan mengurusi urusan umat. Tetapi lebih jauh melayani kepentingan para pengusaha dalam bentuk perselingkuhan. “Dalam demokrasi itu kan terjadi perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha,” terangnya.
Hal itu tampak jelas dari keuntungan yang ditimbulkan dari fenomena kenaikan harga telur ayam maupun kebutuhan pokok lain, semisal bahan bakar minyak (BBM), yang berlipat bagi para pengusaha.
“Yang paling bertepuk tangan adalah pengusaha,” jelasnya, seraya menegaskan kembali bahwa sistem kapitalis-sekuler-demokrasi adalah pelayan bagi pengusaha, bukan masyarakat.
Bahkan Erwin mengatakan, di dalam sistem pemerintahan tersebut, yang ada justru semakin meningkatnya beban yang ditanggung masyarakat. “Masyarakat digencet sana-sini,” selanya.
Artinya, sengsara sekali masyarakat yang hidup di dalam sistem yang menurutnya bermasalah, ditambah person yang menjalankan pun tidak memiliki kapabilitas. “Masyarakat yang hanya sebatas bertahan hidup saja, mereka teriak-teriak pun dilarang,” ungkitnya lagi.
Sehingga untuk bisa keluar dari kondisi demikian, tak cukup hanya mengganti pemimpin. Lebih dari itu, sistemnya pun mesti diganti. “Dengan apa, ya dengan Islam,” tegasnya.
Pasalnya, Islam satu-satunya sistem politik dengan paradigma mengurusi urusan umat. “Melayani masyarakat bukan melayani pejabat, bukan melayani korporat, bukan melayani oligarki,” imbuhnya.
Lebih dari itu, pungkas Erwin, hanya di dalam sistem pemerintahan Islam masyarakat mendapatkan kesejahteraan berikut layanan publik terbaik.[] Zainul Krian