Mediaumat.id – Mulai dikajinya analisis dampak lingkungan (amdal) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara saat ini, dinilai hanya sebagai sarana untuk melegitimasi ketetapan yang sudah ada.
“Saya meyakini amdal ini, ya hanya sebagai sarana untuk melegitimasi ketetapan yang sudah ada,” ujar Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana kepada Mediaumat.id, Kamis (7/7/2022).
Agung menyebut lucu, karena seharusnya analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan sebelum proses penetapan wilayah. Ia mengatakan, seharusnya dimulai dari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dulu, baru kemudian dikaji amdalnya dan setelah itu baru penetapan wilayah atau lokasinya.
“Yang terjadi wilayah sudah ditetapkan dulu, baru kemudian kajian-kajian mengikuti penetapan wilayah itu. Ini kan sungguh sangat tidak layak dalam sebuah proses pembangunan gitu,” ucapnya.
Menurut Agung, proses konsultasi publik yang akan dilakukan dalam kajian amdal tersebut tidak representatif dari masyarakat. Sebab ia melihat, dulu ketika menetapkan undang-undang IKN tersebut juga tidak representatif dari masyarakat. Contohnya banyak masyarakat yang menolak IKN tapi tidak didengarkan.
Agung juga mengkritik skema pembangunan IKN ini yang memakai skema public private partnership, yaitu urusan publik dikelola oleh swasta. Sehingga dalam pembangunan IKN ini posisi swasta akan lebih dominan dan beresiko terhadap kedaulatan negara.
Ia mempertanyakan, apakah pindah ibu kota itu menjadi prioritas. Sebab di tengah kondisi seperti ini seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan subsidi BBM dan subsidi pangan yang jauh lebih penting untuk dilakukan dari pada proyek IKN.
Agung memandang, skema public private partnership dilakukan karena memang pemerintah Indonesia tidak punya uang, sehingga harus menggunakan uang dari swasta untuk melakukan pembangunan di IKN.
Terakhir Agung mengungkapkan, basis pengelolaan negeri ini memang pembangunan berbasis ideologi kapitalisme. Dan dalam pembangunan berbasis ideologi kapitalisme ini tentu yang diuntungkan hanya segelintir orang yang disebut oligarki atau para kapitalis.
“Jadi ibu kota negara ini yang akan banyak diuntungkan ya kalangan mereka gitu. Sementara rakyat sendiri akan mengalami beban hidup yang terus panjang dan tidak dikelola oleh negara,” pungkasnya.[] Agung Sumartono