Iffah Ainur Rochmah Kecam Tren “Unboxing Pengantin” Wanita di TikTok

Mediaumat.id – Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rochmah mengecam tren “unboxing pengantin” wanita di TikTok karena bertentangan dengan syariat Islam.

“Kita sangat prihatin dan mengecam aktivitas seperti ini dalam penggunaan media terutama dalam aktivitas tersebut nampak ada pelanggaran terhadap hukum syara karena aktivitas interaksi suami istri yang didokumentasikan untuk kemudian dipublikasikan, ini tidak sejalan dengan syariat. Bahkan bertentangan dengan syariat Islam,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (14/1/2022).

Menurutnya, aktivitas ini berbahaya jika tidak dikritik atau dikecam maka akan semakin banyak lagi tren-tren sejenis dari aktivitas di medsos. “Penggunaan aplikasi-aplikasi semacam Tiktok ini akan membuat orang semakin kehilangan rasa malu. Semakin banyak orang mengekspos hal-hal pribadi yang semestinya tidak diekspos. Dan kita tahu bahwa ini sangat rentan melanggar hukum-hukum syariat,” ujarnya.

Oleh karena itu, tren-tren seperti ini, kata Iffah, harus disikapi dengan penolakan dan harus diminta kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan. “Terkait pengantin di Malaysia itu, Kementrian Agamanya juga mengecam. Semestinya tidak cukup mengecam tetapi pemerintah harus membuat regulasi yang mengantisipasi atau memitigasi supaya hal serupa tidak terjadi dan penyalahgunaannya itu tidak terus menerus berulang.

Akibat Sistem Sekuler

Iffah Ainur Rochmah menilai hal-hal yang merusak ajaran Islam banyak menjadi tren di TikTok sebagaimana tren “unboxing pengantin” wanita ini adalah akibat diterapkannya sistem kehidupan sekuler.

“Kita memahami bahwa sistem kehidupan hari ini adalah sistem sekuler. Ajaran Islam diabaikan untuk mengatur kehidupan manusia. Untuk mengatur kecenderungan dan preferensi manusia. Manusia melakukan atau tidak melakukan bukan ditentukan oleh hukum syariat tetapi ditentukan oleh preferensinya di media,” tegasnya.

Menurutnya, media alternatif atau medsos semacam Tiktok ini memang bisa digunakan untuk apa saja, baik untuk kebaikan maupun sebaliknya, seperti untuk kepentingan pornografi, mengambil keuntungan ekonomi, dan seterusnya.

“Medianya sendiri sebenarnya netral, tergantung pada penggunanya. Tapi kita tahu bahwa penggunanya ini dilingkupi oleh sistem sekuler kapitalis. Yang ada di benak individu adalah kesenangan jasadi. Yang menjadi orientasi individu bukanlah ridha ilahi, tetapi mendapatkan kesenangan-kesenangan yang sifatnya fisik atau keuntungan materialistik,” bebernya.

“Orang menggunakan media Tiktok untuk apa? Ya, untuk jingkrak-jingkrak, untuk mengekspresikan wajahnya di kamera supaya kelihatan lucu, bahkan ada bulliying terhadap orang-orang di sekitarnya, terhadap binatang dan seterusnya, demi bisa menarik perhatian pengguna medsos, demi bisa viral, mendapatkan keuntungan dengan vitalnya produk-produk yang mungkin diiklankan dengan cara yang ekstrem dan seterusnya,” tambahnya.

Jadi, lanjutnya, orang mengejar viral bisa melakukan apa saja, seperti menyulitkan diri sendiri bahkan menjatuhkan diri sendiri dalam bahaya, mempermalukan diri sendiri maupun orang lain. “Itu bisa dilakukan apa saja, demi mendapatkan viral. Dan kalau kita lihat, Tiktok adalah salah satu media sosial yang paling memberikan peluang untuk itu,” ujarnya.

Namun, menurutnya, umat Islam tidak boleh naif bahwa medsos ini memang lahir dari orang-orang yang punya pandangan liberal. “Mereka tidak kenal rasa malu, tidak kenal rasa takut, tidak kenal aturan agama yakni syariat pada saat mereka meng-create atau membuat media atau aplikasi-aplikasi semacam ini tidak lain adalah demi kesenangan diri kemudian bisa memancing sebanyak mungkin orang untuk bergabung sehingga mendatangkan keuntungan, cuan, popularitas bagi si pembuat,” ungkapnya.

Karena itu, kata Iffah, umat Islam seharusnya memahami bahwa media-media yang lahir dari sentuhan tangan orang-orang yang liberal tersebut, tentu sangat rawan untuk menghantarkan pengguna-penggunanya juga menjadi liberal.

Sikap Muslim

“Bagaimana kaum Muslim menyikapinya? Kita ini umat Islam. Punya karakter, punya jati diri kita sebagai seorang Muslim. Visi hidup kita sebagai seorang Muslim bukanlah bersenang-senang sehingga kita tergiur untuk menggunakan media sosial tadi sekadar untuk mendapatkan viral karena pose miew, pose lucu, atau aksi viral, jingkrak-jingkrak atau joget-joget yang bisa dilakukan di medsos atau di aplikasi semacam Tiktok tadi,” ujarnya.

Iffah mengatakan, sebagai seorang Muslim yang mempunyai visi mendapatkan ridha ilahi dan ridha Allah itu bisa didapatkan ketika umat Islam beramal shalih. Baik melakukan hal yang difardhukan oleh Allah SWT atau pun mengisi kesempatan-kesempatan yang diberikan Allah untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

“Maka Muslim tidak terlarang menggunakan media sosial, tetapi Muslim mestinya menjadi trensetter menggunakan media sosial untuk kemaslahatan publik dan untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan termasuk mengkritik keburukan-keburukan yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalistik,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: